Minggu, 12 Desember 2010

Teori Pertanggungjawaban

Ada dua istilah yang menunjuk pada pertanggungjawaban dalam kamus hukum, yaitu liability dan responsibility. Liability merupakan istilah hukum yang luas yang menunjuk hampir semua karakter risiko atau tanggung jawab, yang pasti, yang bergantung atau yang mungkin meliputi semua karakter hak dan kewajiban secara aktual atau potensial seperti kerugian, ancaman, kejahatan, biaya atau kondisi yang menciptakan tugas untuk melaksanakan undang-undang. Responsibility berarti hal yang dapat dipertanggungjawabkan atas suatu kewajiban, dan termasuk putusan, ketrampilan, kemampuan dan kecakapan meliputi juga kewajiban bertanggung jawab atas undang-undang yang dilaksanakan. Dalam pengertian dan penggunaan praktis, istilah liability menunjuk pada pertanggungjawaban hukum, yaitu tanggung gugat akibat kesalahan yang dilakukan oleh subyek hukum, sedangkan istilah responsibility menunjuk pada pertanggungjawaban politik.[1]
Mengenai persoalan pertanggungjawaban pejabat menurut Kranenburg dan Vegtig ada dua teori yang melandasinya yaitu:
a.    teori fautes personalles, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan kepada pejabat yang karena tindakannya itu telah menimbulkan kerugian. Dalam teori ini beban tanggung jawab ditujukan pada manusia selaku pribadi.
b.    teori fautes de services, yaitu teori yang menyatakan bahwa kerugian terhadap pihak ketiga dibebankan pada instansi dari pejabat yang bersangkutan. Menurut teori ini tanggung jawab dibebankan kepada jabatan. Dalam penerapannya, kerugian yang timbul itu disesuaikan pula apakah kesalahan yang dilakukan itu merupakan kesalahan berat atau kesalahan ringan, dimana berat dan ringannya suatu kesalahan berimplikasi pada tanggung jawab yang harus ditanggung.[2]
Secara umum prinsip-prinsip tanggung jawab dalam hukum dapat dibedakan sebagai berikut:[3]
1. Prinsip Tanggung Jawab Berdasarkan Unsur Kesalahan
Prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan (fault liability atau liability based on fault) adalah prinsip yang cukup umum berlaku dalam hukum pidana dan perdata. Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya pasal 1365, 1366, dan 1367, prinsip ini dipegang secara teguh. Prinsip ini menyatakan, seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya.
Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan melawan hukum, mengharuskan terpenuhinya empat unsur pokok, yaitu:
a.    adanya perbuatan;
b.    adanya unsur kesalahan;
c.    adanya kerugian yang diderita;
d.    adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.
Yang dimaksud kesalahan adalah unsur yang bertentangan dengan hukum. Pengertian hukum tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga kepatutan dan kesusilaan dalam masyarakat.
2. Prinsip Praduga Untuk Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini menyatakan bahwa tergugat selalu dianggap bertanggung jawab (presumption of liability principle), sampai ia dapat membuktikan bahwa ia tidak bersalah.
Kata “dianggap” pada prinsip “presumption of liability” adalah penting, karena ada kemungkinan tergugat membebaskan diri dari tanggung jawab, yaitu dalam hal ia dapat membuktikan bahwa ia telah “mengambil” semua tindakan yang diperlukan untuk menghindarkan terjadinya kerugian.[4]
Dalam prinsip ini, beban pembuktiannya ada pada si tergugat. Dalam hal ini tampak beban pembuktian terbalik (omkering van bewijslast). Hal ini tentu bertentangan dengan asas hukum praduga tidak bersalah (presumption of innocence). Namun jika diterapkan dalam kasus konsumen akan tampak asas demikian cukup relevan. Jika digunakan teori ini, maka yang berkewajiban untuk membuktikan kesalahan itu ada pada pihak pelaku usaha yang digugat. Tergugat harus menghadirkan bukti-bukti bahwa dirinya tidak bersalah. Tentu saja konsumen tidak dapat sekehendak hati mengajukan gugatan. Posisi konsumen sebagai penggugat selalu terbuka untuk digugat balik oleh pelaku usaha, jika ia gagal menunjukkan kesalahan tergugat.
3. Prinsip Praduga Untuk Tidak Selalu Bertanggung Jawab
Prinsip ini adalah kebalikan dari prinsip yang kedua, prinsip praduga untuk tidak selalu bertanggung jawab hanya dikenal dalam lingkup transaksi konsumen yang sangat terbatas. Contoh dari penerapan prinsip ini adalah pada hukum pengangkutan. Kehilangan atau kerusakan pada bagasi kabin atau bagasi tangan, yang biasanya dibawa dan diawasi oleh penumpang (konsumen) adalah tanggung jawab dari penumpang. Dalam hal ini pengangkut (pelaku usaha) tidak dapat dimintakan pertanggungjawabannya. Pihak yang dibebankan untuk membuktikan kesalahan itu ada pada konsumen.
4. Prinsip Tanggung Jawab Mutlak
Prinsip tanggung jawab mutlak (strict liability) sering diidentikkan dengan prinsip tanggung jawab absolut (absolute liability). Kendati demikian ada pula para ahli yang membedakan kedua terminologi di atas.
Ada pendapat yang menyatakan, strict liability adalah prinsip tanggung jawab yang menetapkan kesalahan tidak sebagai faktor yang menentukan. Namun ada pengecualian-pengecualian yang memungkinkan untuk dibebaskan dari tanggung jawab, misalnya pada keadaan force majeure. Sebaliknya absolute liability adalah prinsip tanggung jawab tanpa kesalahan dan tidak ada pengecualiannya.
Menurut E. Suherman, strict liability disamakan dengan absolute liability, dalam prinsip ini tidak ada kemungkinan untuk membebaskan diri dari tanggung jawab, kecuali apabila kerugian yang timbul karena kesalahan pihak yang dirugikan sendiri. Tanggung jawab adalah mutlak.[5]
5. Prinsip Tanggung Jawab Dengan Pembatasan
Prinsip tanggung jawab dengan pembatasan (limitation of liability principle) ini sangat disenangi oleh pelaku usaha untuk dicantumkan sebagai klausula eksonerasi dalam perjanjian standar yang dibuatnya. Dalam perjanjian cuci cetak film, misalnya ditentukan, bila film yang ingin dicuci atau dicetak itu hilang atau rusak (termasuk akibat kesalahan petugas), maka si konsumen hanya dibatasi ganti kerugian sebesar sepuluh kali harga satu rol film baru.
Dalam ketentuan pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen ditentukan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan. Dalam kaitan dengan pelaksanaan jabatan notaris maka diperlukan tanggung jawab profesional berhubungan dengan jasa yang diberikan. Menurut Komar Kantaatmaja sebagaimana dikutip oleh Shidarta menyatakan tanggung jawab profesional adalah tanggung jawab hukum (legal liability) dalam hubungan dengan jasa profesional yang diberikan kepada klien. Tanggung jawab profesional ini dapat timbul karena mereka (para penyedia jasa profesional) tidak memenuhi perjanjian yang mereka sepakati dengan klien mereka atau akibat dari kelalaian penyedia jasa tersebut mengakibatkan terjadinya perbuatan melawan hukum.[6]
Tanggung jawab (responsibility) merupakan suatu refleksi tingkah laku manusia. Penampilan tingkah laku manusia terkait dengan kontrol jiwanya, merupakan bagian dari bentuk pertimbangan intelektualnya atau mentalnya. Bilamana suatu keputusan telah diambil atau ditolak, sudah merupakan bagian dari tanggung jawab dan akibat pilihannya. Tidak ada alasan lain mengapa hal itu dilakukan atau ditinggalkan. Keputusan tersebut dianggap telah dipimpin oleh kesadaran intelektualnya.[7] Tanggung jawab dalam arti hukum adalah tanggung jawab yang benar-benar terkait dengan hak dan kewajibannya, bukan dalam arti tanggung jawab yang dikaitkan dengan gejolak jiwa sesaat atau yang tidak disadari akibatnya.
Dalam memberikan pelayanannya, profesional itu bertanggung jawab kepada diri sendiri dan kepada masyarakat. Bertanggung jawab kepada diri sendiri, artinya dia bekerja karena integritas moral, intelektual dan profesional sebagai bagian dari kehidupannya. Dalam memberikan pelayanan sebagai bagian dari kehidupannya. Dalam memberikan pelayanan, seorang profesional selalu mempertahankan cita-cita luhur profesi sesuai dengan tuntutan kewajiban hati nuraninya, bukan karena sekedar hobi belaka. Bertanggung jawab kepada masyarakat, artinya kesediaan memberikan pelayanan sebaik mungkin tanpa membedakan antara pelayanan bayaran dan pelayanan cuma-cuma serta menghasilkan layanan yang bermutu, yang berdampak positif bagi masyarakat. Pelayanan yang diberikan tidak semata-mata bermotif mencari keuntungan, melainkan juga pengabdian kepada sesama manusia. Bertanggung jawab juga berani menanggung segala resiko yang timbul akibat dari pelayanannya itu. Kelalaian dalam melaksanakan profesi menimbulkan dampak yang membahayakan atau mungkin merugikan diri sendiri, orang lain dan berdosa kepada Tuhan.[8]
Dalam menjalankan jabatannya Notaris mempunyai tanggung jawab moral terhadap profesinya. Menurut Paul F. Camanisch sebagaimana dikutip oleh K. Bertens menyatakan bahwa profesi adalah suatu masyarakat moral (moral community) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kelompok profesi memiliki kekuasaan sendiri dan tanggung jawab khusus. Sebagai profesi, kelompok ini mempunyai acuan yang disebut Kode Etik Profesi.[9] Kode Etik tersebut secara faktual merupakan norma-norma atau ketentuan, yang ditetapkan dan diterima oleh seluruh anggota kelompok profesi.


[1] Ridwan H.R., Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006, hlm. 335-337.
[2] Ibid, hlm. 365.
[3] Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Edisi Revisi, Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta, 2006, hlm. 73-79.
[4] E. Suherman, Masalah Tanggung Jawab Pada Charter Pesawat Udara Dan Beberapa Masalah Lain Dalam Bidang Penerbangan (Kumpulan Karangan), Cet. II, Alumni, Bandung, 1979, hlm. 21.
[5] Ibid, hlm. 23.
[6] Shidarta, op.cit., hlm. 82.
[7] Masyhur Efendi, Dimensi / Dinamika Hak Asasi Manusia Dalam Hukum Nasional Dan Internasional, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1994, hlm. 121.
[8] Abdulkadir Muhamad, Etika Profesi Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 60.
[9] E. Sumaryono, Etika Profesi Hukum: Norma-Norma Bagi Penegak Hukum, Kanisivs, Yogyakarta, 1995, hlm. 147.

Rabu, 20 Oktober 2010

Memaknakan kata "Cinta"

'Cinta', 5 huruf yang mempunyai kekuatan luar biasa (selain kata 'Uang'), seperti magnet untuk setiap orang mengikuti dan mengatakan. Dari yang Anak-anak Kecil sampai Orang dewasa semua mengetahui apa itu "cinta"? akan tetapi pemaknaan setiap orang akan 'Cinta' berbeda-beda, apakah semudah seperti dalam sinetron-sinetron yang menceritakan tentang 'CINTA'?. Ternyata tidak....

Cinta dalam id.wikipedia.org adalah sebuah perasaan yang ingin membagi bersama atau sebuah perasaan afeksi terhadap seseorang. Pendapat lainnya, cinta adalah sebuah aksi/kegiatan aktif yang dilakukan manusia terhadap objek lain, berupa pengorbanan diri, empati, perhatian, memberikan kasih sayang, membantu, menuruti perkataan, mengikuti, patuh, dan mau melakukan apapun yang diinginkan objek tersebut.

Lanjut, Pengunaan perkataan 'cinta' lebih dipengaruhi perkataan 'love' dalam bahasa Inggris. Love pada dasarnya mempunyai unsur-unsur (lihat id.wikipedia.org) : eros, philia, agape dan storge. yang dapat dijelaskan seperti berikut:

1. Cinta yang lebih cenderung kepada romantis, asmara dan hawa nafsu, eros
2. Sayang yang lebih cenderung kepada teman-teman dan keluarga, philia
3. Kasih yang lebih cenderung kepada keluarga dan Tuhan, agape
4. Semangat nusa yang lebih cenderung kepada patriotisme, nasionalisme dan narsisme, storge

Untuk mencintai dan dicintai minimal dibutuhkan 3 unsur yaitu eros, philia dan agape, yang menjadi pertanyaan dimulai dari mana?..Alangka bijaknya jika memulai dari Agape karena 'dari sana lah semua berasal' seperti ada 1 ungkapan 'Takut Akan Tuhan adalah permulaan Pengetahuan'. kemudian philia dan dilanjutkan ke eros tapi untuk eros alangkah bijak jika setelah menikah..oke....:)...ketiga unsur ini tidak boleh saling melepaskan karena akan saling mengontrol terutama untuk Agape dan Philia akan sangat dibutuhkan untuk mengontrol Eros.

Menurut Erich Fromm (dalam id.wikipedia.org), ada empat syarat untuk mewujudkan cinta kasih, yaitu:

1. Pengenalan
2. Tanggung jawab
3. Perhatian
4. Saling menghormati

Erich Fromm dalam buku larisnya (the art of loving) menyatakan bahwa ke empat gejala: Care, Responsibility, Respect, Knowledge (CRRK), muncul semua secara seimbang dalam pribadi yang mencintai. Contoh : Omong kosong jika seseorang mengatakan mencintai anak tetapi tak pernah mengasuh dan tak ada tanggungjawab pada si anak. Sementara tanggungjawab dan pengasuhan tanpa rasa hormat sesungguhnya & tanpa rasa ingin mengenal lebih dalam akan menjerumuskan para orang tua, guru, rohaniwan dll pada sikap otoriter.

Jadi, Cinta hanya akan menjadi sebuah kata 'tanpa makna' jika tidak ada unsur dan syarat tersebut diatas serta cinta yang muncul adalah "cinta dengan sikap otoriter". dan jangan dilupakan dalam cinta juga sangat dibutuhkan "Kejujuran, Kesetiaan dan Kepercayaan".

Terima-kasih......ini lah basa-basi lagi........heheheheeeeee

Teori Tujuan Hukum (Gustav Radbruch) dan Percintaan

Menurut Gustav Radbruch, ada tiga tujuan hukum (yaitu kemanfaatan, kepastian dan keadilan) dalam melaksanakan ketiga tujuan hukum ini dengan menggunakan “asas prioritas”. Akan tetapi keadilan harus menempati posisi yang pertama dan utama dari pada kepastian dan kemanfaatan. Dari ketiga tujuan hukum tersebut tidak lah dapat dilaksanakan secara bersama karena sebagaimana diketahui, di dalam kenyataanya sering sekali antara kepastian hukum terjadi benturan dengan kemanfaatan, atau antara keadilan dengan kepastian hukum, antara keadilan terjadi benturan dengan kemanfaatan.

Ketiga tujuan hukum tersebut dalam “kehidupan percintaan” (mencinta atau dicintai) pada zaman sekarang ini mulai masuk dan berkembang, yang membedakan mengenai proses atau tahapannya. Pada tahap ‘berpacaran’ yang paling ditonjolkan “manfaatnya” jika tahap ini bisa dilepati maka yang dibutuhkan adalah “kepastian”, selanjutnya jika kedua tahapan itu dapat dilalui maka akan menuju tahap “Keadilan” tahapan ini lah yang paling sulit atau rumit sebab banyak “godaan” yang timbul. Tahapan “Keadilan” bisa dihadapi jika ada kerjasama yang baik dan komunikasi yang intens. Dari ketiga tahapan tersebut yang paling dibutuhkan adalah “Kepercayaan”.....

Inilah sedikit basa-basi.......hahahaaa....

Solusi Untuk Meminimalisir terjadi Banjir dan Penurunan Tanah

Banyak solusi yang telah ditawarkan untuk meminimalisir terjadi banjir dan penurunan tanah, diantara nya : membuat selokan, menanam pohon, membuang sampah tidak disembarangan tempat, dan lain sebagainya..

Saya mencoba memberikan salah satu alternatif solusi juga, yaitu : dengan membuat lubang yaaa minimal dengan diameter 5 cm di setiap jalan dan setiap pekarangan yang telah berbeton dengan jarak 1/2 meter atau 1 meter antara lubang yang satu dengan yang lain, sebagai lubang untuk penyerapan air jika terjadi hujan.

Pada dasarnya lapisan bumi terdiri atas 3 unsur yaitu : Air, Bebatuan dan Tanah. Jika kadar air di dalam bumi/tanah berkurang maka akan mengakibatkan penurunan tanah, disebabkan karena banyaknya beton/aspal dipermukaan tanah sehingga berkurang nya daya serap tanah dipermukaan atas air hujan dan dipermukaan nya dapat mengakibatkan banjir.

Walaupun banyaknya solusi yang dicetuskan tapi faktor utama yang menentukan adalah PRILAKU kita semua, apakah kita mau menjaga alam/bumi yang menjadi tempat kita bernaung atau tidak???.....kembali kepada pribadi kita masing-masing......ayooo kita sama-sama menjaga bumi yang tercinta ini.

Kamis, 07 Oktober 2010

Indonesia Ku

ooooo......Indonesia ku

Kau begitu rapuh....

diterjang....

Ombak ketidak-pastian.....

Badai permusuhan.....

Gelombang penolakan.....

Goncangan perpecahan....


jangan biarkan Indonesia ku hancur...

Panggil lah Garuda mu.........


oooo...Garuda Pelindung Indonesia ku

kepakan sayap mu sekencang-kencang..

untuk menghilangkan kerapuhan itu..

rangkul dan lindungi kami dalam naungan sayap mu

jangan biarkan sayapmu dicabut...

jangan biarkan dada mu digoyahkan....


tetaplah menjadi Garuda pelindung Indonesia ku...

dalam cengkraman kaki mu "Bhinneka Tunggal Ika"...

Kamis, 26 Agustus 2010

Larangan PNS Untuk Menjadi Anggota Partai

Pegawai Negeri Sipil berkedudukan sebagai unsur aparatur negara, bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas negara, pemerintahan dan pembangunan. Dalam kedudukan dan tugas tersebut, Pegawai Negeri Sipil harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Upaya menjaga netralitas dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan agar Pegawai Negeri Sipil dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaganya pada tugas yang dibebankan kepadanya.


Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 dengan tegas melarang Pegawai Negeri Sipil menjadi anggota partai politik dan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 ditetapkan larangan Pegawai Negeri Sipil menjadi Anggota Pengurus Partai Politik. Menurut ketentuan Peraturan Pemerintah ini Pegawai Negeri Sipil yang menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian tersebut dapat dilakukan dengan hormat atau tidak dengan hormat Pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil Pegawai Negeri Sipil yang akan menjadi anggota/dan atau pengurus partai politik harus mengajukan pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pengunduran diri tersebut disampaikan secara tertulis kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Tembusan pengunduran diri disampaikan kepada: atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan serendah-rendahnya eselon IV, pejabat yang bertangggung jawab di bidang kepegawaian, pejabat yang bertanggung jawab di bidang keuangan.


Kewajiban atasan dan pejabat Atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan dalam tempo selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja setelah diterimanya surat pengunduran diri sebagai Pegawai Negeri Sipil wajib menyampaikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian. Pejabat Pembina Kepegawaian wajib mengambil keputusan dalam waktu selambat-lambatnya 10 (sepuluh) hari kerja sejak diterimanya pertimbangan dari atasan langsung Pegawai Negeri Sipil tersebut. Apabila dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak menerima surat pengunduran diri tersebut atasan langsung tidak menyampaikan pertimbangan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian, maka selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari kerja sejak diterimanya surat pengunduruan diri keputusan pemberhentian dapat ditetapkan tanpa pertimbangan atasan langsung Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.


Apabila dalam waktu 20 (dua puluh) hari sejak diterimanya surat pengunduran diri Pejabat Pembina Kepegawaian tidak mengambil keputusan, maka usul pengunduran diri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan tersebut dianggap dikabulkan. Pejabat Pembina Kepegawaian sudah harus menetapkan keputusan pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan selambat-lambatnya 30 (tigapuluh) hari sejak pengunduran diri dianggap dikabulkan. Pemberhentian sebagai Pegawai Negeri Sipil Tata cara pemberhentian:


1. Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan pengunduran diri karena akan menjadi anggota/pengurus politik diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil terhitung mulai akhir bulan ia mengajukan pengunduran diri, kecuali terdapat alasan-alasan yang sah yang menyebabkan pengunduran diri itu ditangguhkan.
2. Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota/ pengurus partai politik tanpa mengundurkan diri sebagai Pegawai Negeri Sipil, atau sebelum usul pengunduran dirinya dikabulkan, diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil. Pemberhentian karena alasan ini ditetapkan mulai Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
3. Tindakan Pegawai Negeri Sipil yang tidak mengajukan pengunduran diri atau sebelum pengunduran dirinya dikabulkan, dikategorikan sebagai pelanggaran disiplin dan pemberhentiannya dilaksanakan sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Penangguhan Pemberhentian Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan pengunduran diri ditangguhkan, apabila:


1. yang bersangkutan masih dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang karena diduga melakukan pelanggaran disiplin yang dapat dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil,
2. yang bersangkutan sedang mengajukan upaya banding administratif kepada Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapek) karena dijatuhi hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau pemberhentian tidakdengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, atau
3. yang bersangkutan mempunyai tanggungjawab kedinasan yang dalam waktu singkat tidak dapat dialihkan kepada Pegawai Negeri Sipil lainnya.

Penangguhan pemberhentian yang disebabkan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan masih dalam pemeriksaan pejabat yang berwenang, atau karena yang bersangkutan sedang mengajukan upaya banding kepada BAPEK seperti dimaksud di atas dilakukan sampai dengan adanya keputusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Penangguhan pemberhentian yang bersangkutan masih mempunyai tanggung jawab kedinasan yang dalam waktu singkat tidak dapat dialihkan kepada Pegawai Negeri Sipil lainnya dilakukan untuk paling lama 6 (enam) bulan. Dalam hal pemberhentian Pegawai Negeri Sipil yang mengundurkan diri ditangguhkan, maka Pejabat Pembina Kepegawaian harus memberikan alasan secara tertulis mengenai penangguhan tersebut. Pejabat Pembina Kepegawaian dapat mendelegasikan wewenangnya atau memberi kuasa kepada pejabat lain serendah-rendahnya pejabat struktural eselon II untuk menangguhkan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil. Hak-hak Kepegawaian Pegawai Negeri Sipil diberhentikan dengan hormat atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Negeri Sipil diberikan hak-haknya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Bahan bacaan:


1. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil,
2. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil,
3. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2004 tentang Larangan Pegawai Negeri Sipil MenjadiAnggota Partai Politik.

Sumber ; http://www.bkn.go.id/in/peraturan/pedoman/larangan-menjadi-anggota-partai.html

Rabu, 12 Mei 2010

Teori Kesepakatan

Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesepakatan maka perlu dilihat apa itu perjanjian, dapat dilihat pasal 1313 KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Sebab Kesepakatan atau kata sepakat merupakan bentukkan atau merupakan unsur dari suatu perjanjian (Overeenkomst) yang bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu kesepakatan atau tercapainya suatu kehendak.[1]
Kata sepakat sendiri bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu kehendak.
Menurut Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah :[2]
“suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”
Menurut Riduan Syahrani bahwa :[3]
“Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya mengandung bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat atau ada persetujuan kemauan atau menyetujui kehendak masing-masing yang dilakukan para pihak dengan tiada paksaan, kekeliruan dan penipuan”.
Jadi yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Tentang kapan terjadinya persesuaian pernyataan, ada empat teori, yakni :[4]
1.      Teori Pernyataan (uitingsheorie), kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat pihak yang menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran itu.
2.      Teori Pengiriman (verzendtheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran mengirimkan telegram.
3.      Teori Pengetahuan (vernemingstheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie, tetapi penerimaan itu belum diterimanya (tidak diketahui secara langsung).
4.      Teori Penerimaan (ontvangstheorie), kesepakatan terjadi saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
Azas Consensualitas mempunyai pengertian yaitu pada dasarnya perjanjian terjadi sejak detik tercapainya kesepakatan, dimana perjanjian tersebut harus memenuhi persyaratan yang ada, yaitu yang tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Perjanjian seharusnya adanya kata sepakat secara suka rela dari pihak untuk sahnya suatu perjanjian, sesuai dengan ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata yang mengatakan bahwa : Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau tipuan.[5]
Dengan demikian jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat-syarat subyektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan jika suatu perjanjian yang dibuat oleh kedua pihak tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian itu adalah batal demi hukum.

[1] Lihat Pasal 1320 KUHPerdata.
[2] Dalam Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 16.
[3] Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2000. hal. 214.
[4] Salim H.S, Hukum Kontrak Teori & Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 33-41.
[5] Subekti dan Titrosudibio, KUHPerdata, Paramita, Jakarta. 1974.

Selasa, 04 Mei 2010

Tradisi Menangkap Ikan di Halmahera

Saya teringat waktu saya masih kanak-kanak kemudian beranjak Remaja, ada beberapa tradisi yang berkembang di Halmahera khususnya Tobelo dalam hal menangkap Ikan yang disebut dengan “BAPUKUL” artinya menjalah ikan dengan cara air laut dipukul-pukul dengan rotan atau kayu atau pun dengan daun kelapa. Tradisi tersebut harus dilakukan banyak orang atau berame-rame.
Tradisi yang selanjutnya adalah “BALOBE” artinya menangkap ikan yang dilakukan pada malam hari dengan menggunakan penerang dan parang sebagai alat untuk memotong ikan. Tradisi selanjutnya adalah “MENANGKAP LAOR” tradisi ini hanya dilakukan pada musim-musim tertentu disesuaikan dengan munculnya LAOR.
Dari beberapa tradisi tersebut jika diperhatikan atau diamati, dipahami mempunyai nilai-nilai filosofi yang sangat luar biasa, diantara nya : Kebersamaan, Kerjasama, Kesabaran dan Keceriaan serta alam atau lingkungan tetap terjaga.
Akan tetapi tradisi tersebut mulai tergerus oleh Jaman yang semakin menunjukan sisi-sisi Individualis dan kepentingan-kepentingan sesaat.
Sebagai pemuda-pemudi Apa yang harus kita lakukan untuk tetap mempertahankan tradisi tersebut? Apakah kita mau tradisi yang begitu indah dengan nilai-nilai filosofi yang sangat luar biasa hilang diterjang jaman dan keegoisan kita?

Jumat, 09 April 2010

Contoh Kasus Kepailitan

Beberapa bank dalam sindikasi kredit terdiri :
1. PT. Royal Bank Indonesia – Jakarta.
2. PT. Bank Sriti Mabur – Medan.
3. PT. Bank Merdeka Indonesia, Tbk – Surabaya.
4. The Commercial Bank of India – Singapore.
5. PT. BPR Adem Ayem – Malang.
Diantara para kreditur mengajukan permohonan kepailitan di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terhadap : PT. Gading Mas Jaya. Tbk – Jakarta sebagai Debitur, termohon kepailitan yang lain adalah saudara Tanujaya dan saudara Kartijo sebagai penjamin PT. GMJ, karena PT. GMJ tidak membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih sebesar $ 1,5 jt juga kepada penjamin. Selain jaminan pribadi, PT. GMJ juga memberikan agunan berupa tanah kepada PT. Bank Sriti Mabur dan PT. Royal Bank Indonesia, sehingga 2 bank tersebut sebagai kreditur yang di dahulukan selain kepada sindikasi Bank tersebut PT. GMJ juga mempunyai utang kepada PT. BPR.
Soal :
1. Bagaimana analisis hukum saudara terhadap kasus tersebut.
2. Temukan 3 Permasalahan hukum dari kasus tersebut.
3. Bagaimana isi putusan yang saudara berikan jika saudara sebagai hakim pengadilan.

Analisa Hukum
Salah satu syarat pengajuan perkara kepailitan adalah si Debitor harus mempunyai dua atau lebih Kreditor, yang mana salah satu utangnya telah jatuh tempo. Hal tersebut menunjukkan bahwa perkara kepailitan bersumber pada masalah utang-piutang. Menurut Sutan Remy Sjahdeni pengertian utang terdapat 2 (dua) pendirian., yaitu pendirian yang menganut utang dalam arti sempit yang timbul dari perjanjian utang-piutang saja dan pendirian yang menganut utang dalam arti luas yang timbul karena perikatan apapun juga, baik yang timbul karena perjanjian utang-piutang maupun perjanjian lainnya maupun yang timbul karena undang-undang.
Kredit sindikasi atau ”Syndicated Loan” ialah pinjaman yang diberikan oleh beberapa kreditur sindikasi, yang biasanya terdiri dari bank-bank dan/atau lembaga-lembaga keuangan lainnya kepada seorang debitur, yang biasanya berbentuk badan hukum. Dari pengertian tersebut maka kredit sindikasi merupakan suatu jenis kredit dimana terdapat lebih dari satu kreditor dan terdapat sebuah agent yang telah ditunjuk oleh para kreditor untuk mewakili kepentingan mereka.
Dari kasus tersebut merupakan pinjaman onshore loan artinya pinjaman yang dananya berasal dari negara debitur sendiri. Jadi suatu onshore loan dapat diberikan dalam bentuk valuta asing atau rupiah. Karena para kreditur sindikasinya terdiri dari beberapa bank/lembaga keuangan nasional dan cabang/lembaga keuangan asing yang menjadi kreditur sindikasi dari suatu onshore loan dengan catatan dana yang dipinjamkannya benar-benar dari dalam negeri (negara debitur dimana cabang bank/lembaga keuangan asing tersebut berkedudukan).
Dalam kredit sindikasi ada jaminan maka si pemberi garansi (guarantor) dalam hal ini saudara Tanujaya dan saudara Kartijo menjamin para kreditur sindikasi bahwa dalam hal debitur wanprestasi (gagal mengembalikan hutang-hutangnya saat jatuh temponya) maka guarantor/penjamin akan melunasinya. Semua harta guarantor baik yang sudah ada maupun yang akan ada kemudian menjadi jaminan bagi pelunasan hutang debitur (pasal 1131 dan 1132 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Indonesia (KUHPer) ataupun yang bersifat khusus, seperti Hak Gadai, Hak Jaminan dan Fidusia. Menurut prinsip hukum jaminan, kedudukan Kreditor pemegang hak jaminan kebendaan tidak terpengaruh oleh kepailitan. Hal tersebut berarti Kreditor tersebut dapat melaksanakan haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Karena para kreditur sindikasi menginginkan suatu pembayaran seketika dari guarantor pada saat debitur wanprestasi, tanpa harus melakukan tuntutan lebih dahulu kepada debitur, maka pasal-pasal 1430, 1831, 1833, 1837, 1838, 1843, 1847, 1848, 1849 dan 1850 harus tidak diberlakukan (waived) dalam perjanjian garansi.
pada prinsipnya hukum jaminan, berdasarkan prinsip hukum jaminan kreditor pemegang hak jaminan kebendaan seperti pemegang hak gadai, hak tanggungan, pemegang jaminan fidusia, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat melaksanakan haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Hal tersebut juga diatur dalam Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaraan Utang, yang berbunyi :
”Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, 57, dan 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotik atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan”.
Dari isi pasal tersebut, maka meski terjadi kepailitan pemegang hak jaminan kebendaan yaitu PT. Bank Sriti Mabur dan PT. Royal Bank Indonesia tetap dapat melaksanakan haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Jadi terjadi atau tidak kepailitan tidak menghalangi hak pemegang hak jaminan kebendaan untuk mengeksekusi haknya.
Untuk itu supaya semua kreditur dapat mengetahui adanya kepailitan dan bisa bersama-sama mengajukan permohonan pailit maka harus diumumkan (asas publisitas) karena ini merupakan kredit sindikasi maka perlu ditunjuk sebuah agent mewakili kepentingan mereka dan setelah perjanjian kredit ditandatangani maka peran lead manager akan diambil alih oleh agen. Oleh karena hubungan antara sindikasi kredit dengan agen dalam kredit sindikasi adalah didasarkan pada suatu perjanjian yang merupakan hasil kesepakatan semua partisipan anggota sindikasi, maka luas kewenangan agen sangat ditentukan oleh isi perjanjian itu sendiri termasuk kewenangan dalam mengajukan permohonan pernyataan kepailitan.

Permasalahan
1. Siapakah atau Bank apakah yang berwenang (diperjanjikan dan ditunjuk) menjadi agent bank kreditor peserta kredit sindikasi dalam mengajukan permohonan pailit?
2. Apakah tanah yang dijaminkan kepada kedua bank tersebut merupakan tanah yang sama, ataukah berbeda dan bagaimana status hak tanggungannya?
3. Apakah debitur bisa diajukan kepailitan bersamaan dengan penjamin?


Contoh Isi Putusan
maka permohonan dari termohon ditolak, karena :
Dalam kasus ini yang menjadi pihak pemohon pailit adalah PT. Royal Bank Indonesia – Jakarta, PT. Bank Sriti Mabur – Medan, PT. Bank Merdeka Indonesia, Tbk – Surabaya, The Commercial Bank of India – Singapore dan PT. BPR Adem Ayem – Malang sebagai peserta sindikasi. Tidak jelas mengenai :
• Hak, kewajiban dan tanggung jawab anggota sindikasi yang harus diatur detail dalam perjanjian.
• Hak, kewajiban dan tanggung jawab debitur terhadap kreditur, misalnya terjadi default apakah default terjadi pada satu kreditur atau kepada kreditur yang lain pula.
• Fungsi dan peran tanggung jawab agen.
• Komplikasi dalam cidera janji.
• Komplikasi dalam pernyataan cidera janji termasuk cross default dan technical default (tak dipenuhinya rasio keuangan yang disetujui, atau menjual aset yang tak diperlukan tanpa meminta persetujuan majority kreditur).
• Masalah enforcement hak-hak anggota sindikasi.
• Masalah dengan hukum dan yurisdiksi, karena sebagian besar kredit sindikasi dengan Bank-bank asing diatur berdasarkan hukum asing. Biasanya yang diatur dengan hukum Indonesia adalah perjanjian jaminan (karena aset berada di Indonesia).
• Karena debitur ini merupakan badan hukum (PT. Gading Mas Jaya. Tbk – Jakarta) maka harus ada persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham atau Sesuai dengan Anggaran Dasar PT tersebut dalam hal yang menjadi penjamin.
Karena beberapa syarat tidak terpenuhi, maka menolak permohonan pailit yang diajukan oleh pemohon tersebut.

Selasa, 26 Januari 2010

Kuliah..!!!!! Mencari Ilmu atau kah Nilai...???????

Banyak presepsi yang berkembang sekarang kuliah bukan lagi mencari ILMU tapi mencari NILAI sebab kelulusan seseorang untuk menjadi sarjana semua nya dinilai dengan NILAI dan juga ketika mau melamar pekerjaan yang pertama dilihat adalah NILAI bukan ILMU yang dimiliki (KUALITAS KEILMUAN).

Ini yang membuat kualitas pendidikan di Indonesia semakin menurun, tidak sama dengan tahun 80-90an. Pada tahun tersebut untuk menempuh pendidikan sampai 6 atau 7 tahun dan itu memang terbukti sekarang para senior-senior yang keilmuan nya sudah sangat ter-uji.....bukan berarti meremekkan lulusan yang sekarang, ya memang itu semua kembali ke pribadi masing-masing apakah mau belajar tidak hanya pada waktu kuliah (kampus)...

Dengan hanya mencari NILAI maka yang muncul adalah masa bodoh yang penting bisa mendapatkan NILAI yang BAIK sehingga mengakibatkan kualitas UJIAN TENGAH SEMESTER dan UJIAN AKHIR SEMESTER menjadi tidak berkualitas sebab yang muncul pada saat waktu ujian adalah mahasiswa menggunakan segala cara untuk bisa lulus (mencontek, dll) ini membuat UJIAN menjadi penilaian yang tidak obyektif untuk itu penilaian yang paling penting adalah pada saat perkuliah (tatap muka) atau dengan cara membuat kuis tiba-tiba tampah pemberitahuan karena seorang mahasiswa seharusnya siap dengan segala kemungkinan yang muncul (setiap hari sudah mempersiapkan diri) atau bisa juga dengan cara test lisan.

Banyak juga bermunculan adalah yang penting cepat lulus sehingga yang dikejar adalah NILAI bukan ILMU karena disini juga timbul gengsi atau malu jika tidak cepat lulus atau kuliah sampai 5 atau 6 tahun (S1) dikatakan bodoh dan malas yang belum tentu pernyataan tersebut benar dan sebaliknya.

Memang pada kenyataannya kita dihadapkan pada kondisi yang sulit karena jika tidak cepat lulus yang hanya berpatokkan dengan NILAI dan bukan pada ILMU maka biaya kuliah akan semakin membengkak (semakin mahal) kondisi ini pula lah yang membuat mahasiswa hanya mementingkan NILAI dari pada ILMU.

Pada hal ketika kita lulus nanti kita berhadapan dengan permasalahan-permasalahan yang penyelesaiannya dengan KEILMUAN atau PENGETAHUAN yang telah kita dapatkan di bangku kuliah.

Maka dari itu alangkah lebih bagus atau bijak jika mendapat NILAI baik dan juga mendapat ILMU yang cukup tinggal masing-masing dari kita untuk mengembangkan KEILMUAN tersebut.

Solusi, supaya tidak hanya mencari NILAI, diantara :
1. Belajar sendiri yang tidak hanya di bangku kuliah (kampus).
2. Jika tidak tau atau tidak mengerti ditanya kan kepada orang mengerti atau mengetahui.
3. Belajar bersama dengan teman, dan
4. Membuat kelompok belajar atau diskusi....