Minggu, 27 Maret 2011

Catatan Ngalur Ingidul

Ada satu ungkapan “hidup ini seperti roda yang berputar kadang diatas kadang dibawah”, apakah kehidupan segampang itu? Tentu tidak, Roda jika diputar akan langsung berputar dan tidak memerlukan tenaga dan usaha yang besar untuk memutar roda tersebut. Bandingkan dengan ungkapan lain berbunyi “hidup ini tidak segampang membalik telapak tangan” kenapa? Karena kehidupan ini membutuhkan usaha, kerja keras, ketekunan, keuletan, kesabaran dan ketabahan.
“Lebih mudah berbicara dari pada bertindak”.
“Lebih mudah menyalahkan orang lain dari pada menyalahkan diri sendiri”.
“Lebih mudah berbuat dari pada bertanggung jawab”.
Dan mudah-mudah yang lain, memang yang muda-muda itu pasti enak dan nikmat, orang lebih suka kelapa muda dari pada kelapa tua, orang lebih suka ‘daun muda’ dari pada ‘daun tua’ kenapa? Karena daun muda pasti indah dilihat dan mudah ‘dipetik’ tapi jangan sampai mekar sebelum waktu nya dan layu sebelum ‘ajalnya’ karena ‘kekurangan air’ atau terlalu ‘teriknya matahari’...
Kehidupan ini bukan lah seperti Aladin dengan Poci/Guci ajaib nya yang tinggal dielus jadi yang dimau-in dan yang instan, gambang serta yang “mudah-mudah”. Yang instan, gampang dan mudah-mudah pasti akan menimbulkan kenikmatan tapi kenikmatan sesaat, ibarat nya “habis manis sepak dibuang”..apakah kita mau seperti itu?? Pasti banyak yang akan menjawab mau....tapi kemudian apakah kita akan bergantung dan tergantung terus pada ‘kenikmatan’ tersebut??..... ada saat/masa nya kita tidak lagi merasakan kenikmatan ala Aladin dan Ala “mudah-Mudah” tersebut.
Mulai lah mengatur kehidupan ini dari “titik yang satu ke titik yang lain” dan membentuk sebuah “kubus kehidupan” karena untuk menjalani kehidupan ini kita membutuhkan pertahanan diri yang kuat untuk ‘mengarungi’ ‘samudera kehidupan’ dengan berpijak pada keteguhan dan Iman yang kokoh, jadi seperti ‘Kubus’ walaupun diputar dan didorong membutuhkan waktu dan tenaga yang ekstra untuk bisa menggerakkan atau menggulingkan/menggelindingkan.
Inilah catatan Ngalur Ingidul yang baca silakan ngelindur tapi jangan ngiler.....heheheeee.

Logika Salib


Hukum Kasih atau Hukum yang terutama adalah inti ajaran Yesus Kristus yang terdapat pada tiga kitab Injil yaitu : Matius 22:37-40, Markus 12:28-34, dan Lukas 10:25-28.
Hukum ini diungkapkan Yesus ketika ada orang-orang Farisi yang ingin mencobai Yesus dan menanyakan "Guru, hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" (Matius 22:36)
Hukum yang terutama :
"Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi."
Saya teringat diajarkan Agama pada waktu masih sekolah minggu dan waktu Sekolah Reguler (SD, SMP dan SMA) tentang ‘Hukum Kasih’ tersebut yang sering disebut sebagai “hubungan Vertikal dan Horisontal” yaitu Hubungan kita dengan Tuhan dan Hubungan Kita dengan Sesama.
Berangkat dari hal tersebut kemudian saya berpikir dengan menggunakan “Logika Salib” artinya hubungan Vertikal yaitu hubungan kita dengan Tuhan, hubungan Horisontal adalah hubungan kita dengan sesama dan kehidupan/kematian Rohani (Iman), jika diperhatikan garis Vertikal akan lebih panjang kebawah ketika garis Horisontal “memotong” garis Vertikal.
Posisi per-Indvidu atau Pribadi-Pribadi kita berada ditengah pertemuan antara garis Vertikal dan Horisontal, yang menjadi pertanyaan, kenapa garis Vertikal ke atas lebih pendek setelah pertemuan garis Vertikal dan garis Horisontal? karena sesuai dengan ‘hukum yang terutama dan yang pertama : bahwa yang wajib dilakukan adalah Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu’ sehingga yang pertama kita lakukan adalah dekat, sedekat-dekatnya dengan Tuhan karena dari DIA lah awal segala-galaNya.
Sejalan dengan ‘hukum yang terutama dan yang pertama’ tersebut yaitu ‘hukum yang kedua’ yang tidak bisa dipisahkan, dalam hal ini garis Horisontal kiri dan kanan adalah hubungan kita (pribadi) dengan sesama, kenapa ada kiri dan kanan? Karena hubungan kita dengan sesama pasti ada ‘pasang surut’ ada negatif-positif tapi ketika hubungan kita dengan Tuhan sudah sangat erat dan kokoh maka Hukum yang kedua tersebut akan mudah kita jalani atau lakukan.
Dan yang terakhir adalah garis Vertikal kebawah, kenapa garis Vertikal kebawah panjang? Karena itu lah garis ‘Kematian Rohani (Iman)’ jika kita telah melakukan/menjalani secara terus-menurus ‘hukum yang terutama dan yang pertama serta hukum yang kedua tersebut’ maka ‘Kematian Rohani’ akan “jauh” dari kita dan yang akan selalu kita “nikmati” adalah ‘kehidupan Rohani’ secara nyata.
Oleh sebab itu jangan pernah atau jangan sekali-pun untuk membalik Salib atau “Logika Salib Terbalik” artinya ‘Kematian Rohani (Iman)’ yang yang diatas maka akan sangat ‘jauh’ hubungan kita dengan sesama dan terutama hubungan kita dengan Tuhan.

Selasa, 01 Maret 2011

Asas-asas Hukum Perikatan Nasional


Disamping kelima asas yang telah diuraikan diatas, dalam Lokakarya Hukum Perikatan yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Departemen Kehakiman RI pada tanggal 17–19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskannya delapan asas hukum perikatan nasional.[1] Kedelapan asas tersebut adalah sebagai berikut :
1)      Asas Kepercayaan
Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan diantara mereka dibelakang hari.
2)      Asas Persamaan Hukum
Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.
3)      Asas Kesimbangan
Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik.
4)      Asas Kepastian Hukum
Perjanjian sebagai figur hukum mengandung kepastian hukum. Kepastian ini terungkap dari kekuatan mengikatnya perjanjian, yaitu sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.
5)      Asas Moralitas
Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.
6)      Asas Kepatutan
Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPerdata. Asas ini berkaitan dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan berdasarkan sifat perjanjiannya.
7)      Asas Kebiasaan
Asas ini dipandang sebagai bagian dari perjanjian. Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk apa yang secara tegas diatur, akan tetapi juga hal-hal yang menurut kebiasaan lazim diikuti.
8)      Asas Perlindungan
Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.


[1] Tim Naskah Akademis BPHN, “Naskah Akademis Lokakarya Hukum Perikatan,” Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1985.