Jumat, 25 Juli 2014

KAPITALISME: SERING TERDENGAR, TAK BANYAK YANG PAHAM



Kapitalisme adalah satu kata yang kerap muncul dalam berbagai ruang. Namun, ternyata–ini menyedihkan–bagi banyak orang, kapitalisme sekadar kata yang memiliki bunyi. Maknanya jauh masih di awang sana.

Kapitalisme
Dalam berbagai paparan teoritis, kolonialisme, imperialisme, kapitalisme, dan globalisasi merupakan fenomena-fenomena yang terkait. Imperialisme berarti politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperium. Menguasai di sini tidak berarti merebut dengan kekuasaan senjata, tetapi dapat dijalankan dengan kekuatan ekonomi, kultur, agama, dan ideologi, asalkan dengan paksaan.
Dalam definisi lain, imperialisme dikatakan sebagai upaya perluasan dengan paksaan wilayah satu negara dengan melakukan penaklukan teritorial yang menjadi dasar pembentukan dominasi politik dan ekonomi terhadap negara-negara lain yang bukan merupakan koloninya (http://en.wikipedia .org/wiki/ Imperialism). Dalam semua definisi imperialisme, ada beberapa konsep yang selalu muncul: perluasan wilayah, penguasaan atau dominasi dengan paksaan (koersi), dan dominasi politik, budaya, serta ekonomi. 
V.I. Lenin menyatakan bahwa bahwa kapitalisme mencakup kapitalisme monopoli sebagai imperialisme untuk menemukan bisnis dan sumber daya baru (Lenin, 1916 dalam http://www.marxist. org). Definisi Lenin, “the highest stage of capitalism” mengacu pada saat ketika monopoli kapital finansial mendominasi, memaksa negara dan korporasi swasta bersaing untuk mengontrol sumber daya alam dan pasar.
Karl Marx juga mengidentifikasi kolonialisme sebagai salah satu aspek prahistori moda produksi kapitalis. Selain itu, teori imperialisme Marxist, dan teori dependensi yang terkait, menekankan pada hubungan ekonomi antarnegara (dan di dalam negara-negara) , alih-alih hubungan formal politik dan militer. Dengan begitu, imperialisme tidak selalu berupa satu hubungan kontrol yang formal satu negara atas negara lain, melainkan eksploitasi ekonomi satu negara atas negara lain.
Dalam periodisasi yang lazim, imperialisme dibagi menjadi dua periode. Yang pertama adalah imperialisme kuno atau (ancient imperialism), yang intinya adalah prinsip gold, gospel, dan glory. Imperialisme ini berlangsung sebelum revolusi industri dan dipelopori oleh Spanyol dan Portugis. Periode kedua adalah imperialisme modern, yang intinya adalah kemajuan ekonomi. Imperialisme modern muncul sesudah revolusi industri. Industri besar-besaran membutuhkan banyak bahan mentah dan pasar yang luas. Para imperialis mencari jajahan untuk dijadikan sumber bahan mentah dan pasar bagi hasil-hasil industri kemudian juga sebagai tempat penanaman modal bagi surplus kapitalis (http://id.wikipedia.org/ wiki/Imperialism e).
Unsur selanjutnya adalah kolonialisme. Kolonialisme merupakan pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar wilayah tersebut (http://id.wikipedia .org/wiki/ Kolonialisme). Definisi kolonialisme menyatakan bahwa kolonialisme merupakan satu praktik dominasi yang melibatkan subjugasi satu orang terhadap yang lain.
Seperti imperialisme, kolonialisme juga melibatkan kontrol politik dan ekonomi terhadap satu teritori yang dependen. Kolonialisme sangat sulit dibedakan dari imperialisme. Satu-satunya perbedaan hanya dapat dilihat dari etimologi kedua konsep tersebut. Istilah koloni berasal dari kata Latin colonus, yang berarti ‘petani’. Ini mengingatkan kita pada praktik kolonialisme yang biasanya melibatkan proses pemindahan populasi ke satu wilayah, di mana mereka akan tinggal di tempat tersebut secara permanen dan tetap mempertahankan afiliasi politik dengan negara asalnya. Di sisi lain, imperialisme berasal dari kata Latin imperium, yang berarti ‘memerintah’. Dengan demikian, imperialisme lebih merupakan cara bagaimana satu negara menjalankan kekuasaan atas negara lain, apakah melalui pembentukan koloni, kemakmuran, atau mekanisme kontrol tak langsung (http://plato. stanford. edi/entries/ colonialism).

Sementara itu, kapitalisme secara umum mengacu pada satu sistem ekonomi yang di dalamnya semua atau sebagian besar alat-alat produksi dimiliki secara privat dan dioperasikan demi keuntungan (http://en.wikipedi a.org/wiki/ Capitalism) . Selain itu, dalam sistem ini, investasi, distribusi, pendapatan, produksi, dan penentuan harga barang-barang dan jasa ditentukan melalui operasi ekonomi pasar. Kapitalisme biasanya melibatkan hak-hak individu dan sekelompok individu yang berperan sebagai “orang-orang legal” atau korporasi-korporasi yang memperdagangkan barang-barang kapital, buruh, dan uang.
Ada beberapa pengertian lain soal kapitalisme. Yang pertama adalah bahwa kapitalisme merupakan sebuah sistem yang mulai terinstitusi di Eropa pada masa abad ke-16 hingga abad ke-19–yaitu di masa perkembangan perbankan komersial Eropa, di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti tanah dan tenaga manusia, pada sebuah pasar bebas di mana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demi menghasilkan keuntungan di mana statusnya dilindungi oleh negara melalui hak pemilikan serta tunduk kepada hukum negara atau kepada pihak yang sudah terikat kontrak yang telah disusun secara jelas kewajibannya baik eksplisit maupun implisit serta tidak semata-mata tergantung pada kewajiban dan perlindungan yang diberikan oleh kepenguasaan feodal.
Yang kedua, kapitalisme adalah teori yang saling bersaing yang berkembang pada abad ke-19 dalam konteks Revolusi Industri, dan abad ke-20 dalam konteks Perang Dingin, yang berkeinginan untuk membenarkan kepemilikan modal, untuk menjelaskan pengoperasian pasar semacam itu, dan untuk membimbing penggunaan atau penghapusan peraturan pemerintah mengenai hak milik dan pasaran. Ketiga, kapitalisme dianggap sebagai suatu keyakinan mengenai keuntungan dari menjalankan hal-hal semacam itu. Keempat, kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang mengatur proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa dengan ciri-ciri: sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu; barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas (free market) yang bersifat kompetitif; dan modal kapital (baik uang maupun kekayaan lain) diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba (profit).
Nicholas Garnham dalam Capitalism and Communication: Global Culture and the Economics of Information mendefinisikan kapitalisme sebagai “a mode of social organization characterized by the domination of exchange relation”. Lebih jauh lagi, Garnham menegaskan bahwa hubungan partikular antara yang abstrak dan yang konkret, atau antara gagasan-gagasan dan hal-hal, yang relevan bagi materialisme historis sebagai satu moda analisis kapitalisme, berakar pada hubungan nyata antara yang abstrak (relasi pertukaran) dan yang konkret (pengalaman hidup individu, tenaga kerja, dsb.) (Garnham, 1990:22).
Ada beberapa elemen kunci yang kerap disebut dalam pendefinisian kapitalisme: sistem, modal (kapital), kepemilikan individu, proses produksi, kompetisi, pasar bebas, investasi, dan profit. Kata-kata kunci ini menjadi faktor determinan dalam implikasi-implikasi praktis operasi kapitalisme dan itu akan terlihat dalam sejarah panjang perkembangan kapitalisme.
Pada umumnya para sejarawan ekonomi sepakat bahwa kapitalisme sebagai moda pengorganisasian kehidupan sosial dan ekonomi tidak hanya dimulai di satu tempat di dunia, dalam hal ini Eropa Barat Laut, melainkan sejak tahap sangat awal, ketika masih dalam proses pembentukan pada abad ke-16, yang melibatkan ekspansi ke luar yang secara bertahap melintasi wilayah-wilayah yang kian luas di dunia dalam satu jaringan pertukaran materi. Jaringan pertukaran materi ini seiring waktu berkembang menjadi pasar dunia bagi barang-barang dan jasa, atau bagi pembagian kerja internasional (division of labour). Pada akhir abad ke-19, proyek satu ekonomi dunia yang kapitalistik telah terbangun dalam arti bahwa lingkup hubungan-hubungan mencakup semua wilayah geografis dunia (Hoogvelt, 1997: 14).

Abad ke-19 secara khusus mencuat sebagai waktu utama perkembangan pembagian kerja internasional. Diperkirakan bahwa dalam tiap dekade pada abad ke-19, perdagangan dunia tumbuh 11 kali lebih cepat dari produksi dunia, dan pada 1913, saat Perang Dunia I, 33 persen produksi dunia diperdagangkan di luar batas nasional negara-negara (Horvat, 1968:611 dalam Hoogvelt, 1997: 14).
Ini sejalan dengan yang diungkapkan George Ritzer dalam Modern Sociological Theory (1996). Ritzer menyatakan bahwa Revolusi Industri yang terjadi hampir di seluruh masyarakat Barat, terutama pada abad ke-19 dan awal abad ke-20–bersama berbagai perkembangan yang terkulminasi menjadi transformasi dunia Barat dari masyarakat agriluktur menjadi satu sistem masyarakat Industri–memunculkan satu sistem masyarakat di mana muncul birokrasi ekonomi yang besar untuk melayani banyak kebutuhan industri dan sistem ekonomi kapitalis yang baru muncul. Sasaran ideal dari sistem kapitalisme ini adalah pasar bebas, di mana berbagai produk industri dapat ditransaksikan (Ritzer, 1996: 6-7). Bagian dari dunia yang kini disebut sebagai Dunia Ketiga, yakni Amerika Selatan, Afrika, Asia–terkecuali Jepang–, berpartisipasi secara penuh dalam pasar internasional. Pada 1913, Dunia Ketiga menangkap 50 persen pasar dunia (bandingkan dengan 22 persen saat ini) (Mun, 1928:5 dalam Hoogvelt, 1997:14).
Praktik ekonomi kapitalistik terinstitusional di Eropa antara abad ke-16 dan ke-19 dan bentuk awal kapitalisme perdagangan (merchant capitalism) berkembang pada Abad Pertengahan. Menurunnya feodalisme pada saat itu mengikis kekangan politis dan religius tradisional dalam pertukaran-pertukar an kapitalis. Hal-hal yang menyulitkan terjadinya akumulasi kapital–seperti tradisi dan kontrol, aturan-aturan aristokrasi, yang mengambil alih kapital melalui denda secara sewenang-wenang, dan pajak, pada abad ke-18–berhasil diatasi dan kapitalisme menjadi sistem ekonomi yang dominan di United Kingdom dan pada abad ke-19 kapitalisme menjadi sistem ekonomi dominan di Eropa. Setelah menguasai Eropa, kapitalisme secara bertahap menyebar dari Eropa, khususnya dari Britania, melintasi batas-batas politik dan budaya. Pada abad ke-19 dan 20, kapitalisme menyediakan perangkat-perangkat utama industrialisasi ke sebagian besar penjuru dunia (http://en.wikipedia .org/wiki/ Capitalism).
Periode awal kapitalisme atau merchant capitalism atau merkantilisme ini juga disebut sebagai kapitalisme perdagangan. Periode ini dikaitkan dengan penemuan-penemuan oleh pedagang-pedagang lintasnegara– terutama dari Inggris dan Negara-Negara Dataran Rendah–, kolonisasi Eropa terhadap Amerika, dan pertumbuhan pesat perdagangan lintasnegara. Merkantilisme adalah sistem perdagangan demi profit, meskipun sebagian besar komoditas masih diproduksi oleh metode produksi nonkapitalis. Di bawah merkantilisme, para pedagang Eropa, dengan dukungan kontrol, subsidi, dan monopoli negara, mendapatkan keuntungan dari pembelian dan penjualan barang-barang.  Francis Bacon menyatakan bahwa tujuan merkantilisme adalah “the opening and well-balancing of trade; the cherishing of manufacturers; the banishing of idleness; the repressing of waste and excess by sumptuary laws; the improvement and husbanding of the soil; the regulation of prices…” (Bacon dalam The Seventeenth Century, 1961, dalam http://en.wikipedia .org/wiki/ Capitalism).
Para perintis merkantilisme menekankan pentingnya kekuatan negara dan penaklukan luar negeri sebagai kebijakan utama dari kebijakan ekonomi. Jika sebuah negara tidak mempunya bahan mentahnya, maka mereka mesti mendapatkan koloni yang akan menjadi sumber bahan mentah yang dibutuhkan. Koloni juga akan berperan sebagai pasar barang jadi. Agar tidak terjadi kompetisi, koloni harus dicegah untuk melaksanakan produksi dan dengan pihak lain. Dalam situasi ini, terwujudlah pembagian kerja (division of labor) internasional.
Seperti dikatakan oleh Immanuel Wellerstein, kita menyebut pembagian kerja internasional ini sebagai ekonomi dunia kapitalis karena kriteria definitifnya adalah produksi barang dan jasa untuk dijual di pasar yang tujuannya adalah untuk memaksimalkan profit (dalam Wellerstein, 1979 dalam Hoogvelt, 1997: 14). Dalam pasar kapitalistik, kekuatan permintaan dan penawaran yang tampaknya netrallah yang menentukan harga satu produk dan dengan demikian memberi sinyal kepada produsen apakah mereka mesti melakukan ekspansi produk, mengurangi output, atau mengubah teknik produksi, mengurangi struktur biaya, dan sebagainya. Dengan kata lain, melalui medium tangan tak terlihat (invisible hands) Adam Smith dalam The Wealth of Nations (1776)–yang telah menjadi menjadi “global invisible hand” pada akhir abad ke-19–aktivitas manusia dikoordinasikan secara rapi melintasi batas-batas nasional (Hoogvelt, 1997: 15).
Dari uraian-uraian di atas, terlihat bahwa ada beberapa hal yang selalu muncul  dalam pembahasan kritis soal kolonialisme, imperialisme, dan kapitalisme. Beberapa karakter tersebut adalah penguasaan (baik secara koersif atau nonkoersif), eksploitasi (baik terhadap sumber daya alam dan manusia atau pada pemikiran), keuntungan atau profit (bagi negara-negara pelaku, yang selalu berasal dari Eropa Barat dan Amerika Utara), ekonomi (yang menjadi latar belakang pendorong), dan hubungan yang sarat dengan ketidaksetaraan (satu atau sekelompok diuntungkan dan yang lain dirugikan). Ketiga konsep tersebut dalam analisis yang fokus pada pendekatan histori maupun analisis, kerap berkaitan satu sama lain. Itu bisa terlihat dari teori periodisasi di bawah ini.
Sejumlah ilmuwan yang fokus pada sistem dunia memunculkan proposisi soal periodisasi perkembangan kapitalisme, yang di dalamnya karakteristik kapital inti dan hubungannya dengan wilayah periferal sangat beragam. Perbedaan-perbedaan itu dilihat sebagai satu hasil dialektis dari kontradiksi- kontradiksi yang ditimbulkan dalam tiap periode interaksi. Para ilmuwan Neo-Marxist, seperti Samir Amin, Andre Gunder Frank, Ernest Mandel, Albert Szymanski, dan Harry Magdoff, secara umum mengidentifikasi tahap prakompetitif merkantilis (1500-1800), tahap kapitalis kompetitif (1800-1880), tahap monopoli/imperialis (1880-1960), dan beberapa ilmuwan bahkan mengidentifikasi satu tahap monopoli imperialis/kapitali s lanjutan (yang dimulai oleh krisis pada 1968).
Dalam tiap periode, periferi menjalankan fungsi tertentu dalam melayani kebutuhan-kebutuhan esensial akumulasi di sentral. Namun, kebutuhan-kebutuhan esensial ini berubah akibat hasil gemilang pelayanan tersebut. Dan karena interaksi dialektis antara core dan periferi memunculkan tingkat perbedaan perkembangan yang kian meningkat di core dan periferi dalam tiap periode, core dan periferi terpisah kian jauh, menuju satu titik krisis dalam hubungan tersebut, yang kemudian diatasi dengan mengubah struktur formalnya dan metode akstraksi surplus dari core ke periferi (Hoogvelt, 1997: 16). 
Sementara itu, Ankie Hoogvelt juga memunculkan periodisasi ekspansi kapitalisme yang berbeda. Periodisasi yang disebutnya sebagai periodisasi yang dikatakan merupakan periodisasi yang “mengabaikan variasi geografis yang luas”, Hoogvelt membagi ekspansi kapitalisme menjadi empat periode. Yang pertama adalah fase merkantilisme, transfer surplus ekonomi melalui penjarahan dan perampasan yang disamarkan menjadi perdagangan (1500-1800). Kedua, periode kolonial, transfer surplus ekonomi melalui syarat-syarat pedagangan yang tak setara yang dilakukan melalui pembagian kerja internasional yang dilakukan melalui kolonialisme (1800-1950). Yang ketiga adalah periode neo-kolonial, transfer surplus ekonomi melalui developmentalism dan technological rents (1950-70). Yang terakhir adalah pascaimperialisme, transfer surplus ekonomi dilakukan melalui peonage (upaya membuat pengutang melakukan segala sesuatu bagi terutang) utang (1970-saat ini).
Tahap pascaimperialisme, pada akhir abad ke-20, ditandai dengan pertumbuhan eksplosif perusahaan-perusaha an transnasional, yang memicu munculnya postimperialism theory. Para teoris modern business enterprise, seperti Charles A. Conant, Arthur T. Hadley, Jeremiah W. Jenks, Adolf A. Berle, Jr., Peter F. Drucker, dan Alfred D. Chandler, Jr. menyatakan bahwa dalam sejarah ekonomi Barat, selama akhir abad ke-19 dan setelahnya, korporasi-korporasi menjelma menjadi organisasi ekonomi yang paling efisien dalam lingkup transportasi, komunikasi, produksi, distribusi, dan pertukaran yang semakin luas (Becker, Sklar & Hakim, 1999: 11).
Sementara itu, masih dalam kaitannya dengan periodisasi kapitalisme, Thomas L. McPhail dalam Global Communication: Theories, Stakeholders, and Trends (2002) melihat periodisasi kapitalisme itu sebagai bagian dari analisis makro sistem komunikasi massa, yang antara lain dilakukan oleh Harold Innis, Marshal McLuhan, Armand Mattelart, Jacques Ellul, dan George Barnett. Pemaparan periodisasi yang dilakukan McPhail disebut sebagai pembabakan sejarah atau perkembangan historis tren “pengembangan imperium”, yang pada dasarnya menggambarkan perkembangan dominasi, yang amat mirip dalam perkembangan sejarah kapitalisme, kolonialisme, dan imperialisme, terutama dari perspektif modernisasi (Daniel Larner, Marion Lavy, Neil Smelser, Samuel Eisenstadt, dan Gabriel Almond), dependensi (Paul Baran, Martin Landsberg, dan banyak peneliti lain), dan teori sistem dunia (Immanuel Wellerstein) .
McPhail menyatakan bahwa tren pertama dalam pengembangan imperium adalah melalui penaklukan militer, yang ia sebut sebagai kolonialisme militer. Yang kedua adalah penaklukan oleh tentara salib Kristen, yang ia sebut sebagai kolonialisme Kristen. Yang berikutnya adalah kolonialisme merkantilisme, yang ia sebut bertahan hingga pertengahan abad ke-20. Satu elemen kunci yang sangat penting dalam kolonialisme merkantilisme, menurut McPhail, adalah penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg (ini juga disebutkan oleh Nick Stevenson, 1999:34-35 dan McChesney, Wood, dan Foster, 1998, 51-55) karena hal itu memungkinkan terjadinya penyebaran pesan secara cepat dan lebih luas. Berakhirnya PD I dan PD II menandai berakhirnya era kolonialisme militeristik dan menempatkan negara-negara industri sebagai pemimpin jalur vital perdagangan dan praktik komersial global. Ini semua membawa dunia pada periode keempat perkembangan imperium, yakni kolonialisme elektronik. Periode ini diwarnai oleh ketergantungan less developed countries (LDC’s) pada Barat, yang terjadi karena ada ketergantungan perangkat keras komunikasi yang vital dan perangkat lunak yang cuma diproduksi di barat. Selain itu, LDC’s juga amat bergantung pada Barat dalam hal kebutuhan para insinyur, teknisi, yang protokol-protokol yang berkaitan dengan informasi, yang semuanya membentuk sekumpulan norma-norma, niai, nilai, dan ekspektasi asing, yang dalam berbagai tingkat berbeda mengubah budaya, kebiasaan, nilai-nilai dan proses sosialisasi domestik. Semua pemaran ini disebut sebagai electronic colonialism theory (ECT)[1].
Fredric Jameson dan David Harvey, dua ilmuwan Marxis, mengatakan bahwa modernitas dan pascamodernitas merepresentasikan dua fase kapitalisme yang berbeda. Jameson menyatakan bahwa pascamodernitas berhubungan dengan late capitalism atau satu fase kapitalisme multinasional, “informational”, dan “consumerist”. Sementara itu, Harvey mendeskripsikannya sebagai transisi dari Fordism ke akumulasi fleksibel. Gagasan yang sama juga muncul dalam teori-teori “disorganized capitalism”. Pascamodernitas dengan demikian berhubungan dengan satu fase kapitalisme di mana produksi massa barang-barang standar dan bentuk-bentuk pekerjaan yang berkaitan dengan hal itu, telah digantikan oleh fleksibilitas: bentuk baru produksi. 
Ellen Meiksin Wood dalam “Modernity, Postmodernity, or Capitalism?” dalam Capitalism and the Information Age: The Political Economy of the Global Communication Revolution (McChesney, Wood, dan Foster, 1998), menyatakan bahwa periodisasi melibatkan lebih dari sekadar menelusuri proses perubahan. Memproposisikan satu pergeseran sama artinya dengan menentukan mana yang esensial dalam mendefinisikan satu bentuk sosial seperti kapitalisme. Pergeseran epokal berkaitan dengan transformasi- transformasi dasar dalam beberapa elemen konstitutif dasar satu sistem. Dengan kata lain, periodisasi kapitalisme bergantung pada bagaimana kita mendifinisikan sistem ini sejak awal. Dalam hal ini kita harus memahami bagaimana konsep-konsep modernitas dan pascamodernitas menjelaskan bagaimana orang menggunakan konsep-konsep itu untuk memahami kapitalisme. Dalam kesimpulannya, Wood menyatakan bahwa modernitas telah mati, digantikan oleh kapitalisme.
Apa pun fokus dan penggunaan istilahnya, baik imperialisme, kolonialisme, maupun kapitalisme, ada beberapa kesamaan dan warna serta jenis penaklukan dalam periodisasi- periodisasi yang digambarkan di atas. Secara umum, semua periodisasi dimulai dengan penaklukan militer yang dilanjutkan dengan perdagangan sekaligus ekspansi geografis. Pada akhirnya, periodisasi ditutup dengan hilangnya–atau minimnya–peran kekuatan koersif militer dalam penaklukan dan dominasi.
Era terakhir dalam tiap periodisasi selalu diwarnai oleh semakin dominannya unsur-unsur komunikasi dan media komunikasi dalam moda penaklukan, penguasaan, dan dominasi yang lebih halus, yang melibatkan nilai-nilai, norma-norma, dan hal-hal yang jauh dari kesan koersif. Bahkan McPhail menyatakan bahwa periode terakhir, kolonialisme elektronik sebagai satu periode di mana para kolonialis “seeks mind”, sedangkan kolonialisme masih “sought cheap labor”. Secara implisit, McPhail menyatakan ada pergeseran fokus dominasi: dari sesuatu yang bersifat kasar, jelas terlihat, dan fisik menjadi sesuatu yang halus, laten, dan psikis serta mental. Dominasi pada era ini amat sejalan dengan konsep hegemoni Antonio Gramsci[2].


[1] Electronic colonialism merupakan babak selanjutnya dalam pembabakan kolonialisme. Lihat Grafis 1.
[2] Lihat juga McChesney, Wood, dan Foster, 1998: 51-65 dan Stevenson, 1999: 93-109)

 Herman Adriansyah

SEPINTAS TENTANG DUE DILIGENCE



"Due diligence" adalah istilah yang digunakan untuk sejumlah konsep yang melibatkan baik investigasi suatu usaha atau orang sebelum menandatangani kontrak, atau tindakan tertentu dengan standar perawatan . Ini bisa menjadi sebuah kewajiban hukum, tetapi istilah tersebut akan lebih sering berlaku untuk penyelidikan sukarela. Sebuah contoh umum due diligence dalam berbagai industri adalah proses melalui mana pengakuisisi potensial mengevaluasi sebuah perusahaan target atau aset untuk akuisisi . [1]

Asal istilah "karena" ketekunan /Ketelitian

Istilah "karena" ketekunan/Ketelitian pertama kali datang ke umum digunakan sebagai hasil dari Amerika Serikat ' Securities Act of 1933 .

Undang-undang ini termasuk pertahanan di Sec. 11, disebut sebagai Due Diligence "pertahanan", yang dapat digunakan oleh broker-dealer ketika dituduh tidak cukup untuk investor pengungkapan informasi material berkaitan dengan pembelian surat berharga .

Selama broker-dealer melaksanakan "due diligence" dalam penyelidikan mereka ke dalam perusahaan yang ekuitas yang mereka jual, dan diungkapkan kepada investor apa yang mereka temukan, mereka tidak akan bertanggung jawab untuk menjaga rahasia informasi yang tidak ditemukan dalam proses bahwa penyelidikan.

Komunitas broker-dealer seluruh cepat dilembagakan, sebagai praktek standar, melakukan penyelidikan due diligence dari setiap penawaran saham di mana mereka melibatkan diri mereka sendiri.

Awalnya istilah itu terbatas pada penawaran umum investasi modal, tapi seiring waktu itu telah datang untuk dihubungkan dengan investigasi swasta merger dan akuisisi juga. Istilah ini telah perlahan telah diadaptasi untuk digunakan dalam situasi lain.

Due diligence dalam transaksi bisnis

Dalam transaksi bisnis, proses due diligence bervariasi untuk berbagai jenis perusahaan. Bidang yang relevan yang bersangkutan, kemungkinan termasuk, keuangan hukum, tenaga kerja, pajak, IT, lingkungan dan pasar / situasi komersial perusahaan. daerah lainnya termasuk kekayaan intelektual, dan pribadi real properti, asuransi dan cakupan kewajiban, instrumen review hutang, imbalan kerja dan masalah tenaga kerja, imigrasi, dan transaksi internasional. [2]

Due diligence yang berkaitan dengan Foreign Corrupt Practices Act (FCPA Due Diligence)

Dengan jumlah dan ukuran hukuman meningkat, Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) yang menyebabkan Amerika Serikat banyak institusi untuk melihat ke dalam bagaimana mereka mengevaluasi semua hubungan mereka di luar negeri. Tidak adanya due diligence perusahaan agen sebuah, vendor, dan pemasok, serta merger dan akuisisi mitra di luar negeri dapat menyebabkan melakukan bisnis dengan organisasi terkait dengan pejabat asing atau dimiliki perusahaan-perusahaan negara dan eksekutif mereka. Link ini bisa dianggap sebagai mengarah pada penyuapan pejabat asing dan sebagai hasil timbal untuk ketidaktaatan dengan FCPA. Due diligence dalam kaitannya dengan kepatuhan FCPA diperlukan dalam dua aspek:
due diligence awal - langkah ini diperlukan dalam mengevaluasi risiko apa yang terlibat dalam melakukan bisnis dengan entitas sebelum membangun hubungan dan menilai risiko di titik waktu.

Due diligence sedang berlangsung - ini adalah proses secara berkala mengevaluasi setiap hubungan luar negeri untuk menemukan link antara hubungan bisnis saat ini di luar negeri dan hubungan kepada pejabat asing atau kegiatan terlarang terkait dengan korupsi. Proses ini akan dilakukan tanpa batas waktu selama hubungan tersebut ada, dan biasanya melibatkan membandingkan perusahaan dan eksekutif untuk database pejabat asing. Proses ini harus dilakukan pada semua hubungan terlepas dari lokasi [3] dan sering bagian dari luas Manajemen Integritas inisiatif.

Sementara lembaga keuangan adalah yang paling agresif dalam mendefinisikan praktik FCPA terbaik, manufaktur, ritel dan industri energi sangat aktif dalam mengelola program FCPA kepatuhan.

Due diligence dalam filantropi

Dengan asal-usul di dunia sektor swasta dari bisnis dan keuangan, yang "due diligence" dalam filantropi merujuk pada proses melalui mana seorang investor (atau pemberi dana) penelitian kesehatan organisasi keuangan dan organisasi dan kemampuan untuk memandu investasi (atau pendanaan Ford) Keputusan . Keputusan untuk dana atau tidak untuk mendanai didasarkan pada keseimbangan analisis data objektif, wawasan tentang keadaan umum kesehatan organisasi dan stabilitas, dan intuisi. Sebuah suara dan melakukan uji kelayakan menyeluruh karena adalah proses melalui mana semua faktor yang membuat Facebook bahwa persamaan yang terungkap dan dipahami. Ini adalah proses di mana seorang perwira program mencari "kebenaran" tentang organisasi. [4]

Due diligence dana lindung nilai dan FOREX Contoh dan perspektif dalam artikel ini mungkin tidak mewakili seluruh dunia melihat dari subjek. Harap memperbaiki artikel ini dan mendiskusikan masalah tersebut pada halaman pembicaraan . (Maret 2009)

Karena ketekunan/Ketelitian investigasi berkaitan dengan lindung nilai dana mengacu ke-detail review di sebuah hedge fund kegiatan ', dilakukan untuk memastikan bahwa dana tersebut sesuai dengan prospektus nya. Ini adalah peta jalan bagi investor dan potensi yang ada dalam memahami apakah suatu dana tertentu akan bertemu investasi cakrawala atau nya, toleransi resiko dan strategi investasi. [5] Dalam daftar non-melelahkan, due diligence di Amerika Serikat akan terdiri dari pemeriksaan dari:
• A snapshot dana
• Diungkapkan strategi investasi
• Sejarah kembali
• Aktiva dalam manajemen (salinan reksadana portofolio dari kustodian biasanya diminta)
• Laporan keuangan yang diaudit jika dana yang diatur oleh US Securities and Exchange Commission (SEC)
• Dana syarat dan rincian
• Peraturan pendaftaran jika ada
• Faktor risiko
• Penilaian

Setiap investor akan memiliki horison investasi yang berbeda dan toleransi risiko, serta preferensi strategi. Dengan demikian berikut bahwa tidak ada "terbaik" hedge fund, tetapi dana yang paling sesuai dengan preferensi investor. Seorang investor harus hampir selalu: [6]
• Permintaan konsultasi dari seorang profesional
• Baca prospektus dana atau memorandum penawaran
• Pahami bagaimana aktiva reksadana dinilai
• Memahami bagaimana biaya dibebankan
• Memahami pembatasan terhadap penebusan saham
• Penelitian latar belakang manajer hedge fund

Istilah due diligence Operasional sering digunakan untuk menggambarkan proses due diligence yang digunakan oleh investor hedge fund, terutama di mana ini menggabungkan, atau memfokuskan sebagian besar pada, risiko operasional.

Sebagai konsep dalam proses pengadilan sipil

Due diligence dalam prosedur sipil adalah gagasan bahwa penyelidikan yang wajar diperlukan sebelum beberapa jenis bantuan yang diminta.

Misalnya, rajin diberi upaya untuk mencari dan / atau melayani pesta dengan proses sipil sering menjadi syarat bagi suatu pihak yang ingin cara yang digunakan selain layanan pribadi untuk memperoleh yurisdiksi atas pesta. Demikian pula, di bidang hukum seperti kebangkrutan , seorang pengacara yang mewakili seseorang mengajukan permohonan pailit harus melakukan due diligence untuk menentukan bahwa pernyataan yang dibuat dalam permohonan pailit didasarkan fakta-fakta akurat. Due diligence juga umumnya prerequesite permintaan untuk bantuan di negara-negara di mana berperkara sipil diizinkan untuk melakukan pra-litigasi penemuan fakta yang diperlukan untuk menentukan apakah suatu pihak memiliki dasar faktual untuk alasan tindakan tersebut.

Dalam gugatan perdata mencari pengambilalihan atau penyitaan properti, pihak yang meminta bantuan ini sering diperlukan untuk melakukan due diligence untuk menentukan siapa yang dapat mengklaim suatu kepentingan dalam properti dengan meninjau catatan publik mengenai properti dan kadang-kadang dengan pemeriksaan fisik dari properti yang akan mengungkapkan minat yang mungkin milik penyewa atau orang lain.

Due diligence juga merupakan konsep yang ditemukan dalam konsep litigasi sipil sebuah undang-undang pembatasan . Sering, sebuah undang-undang pembatasan mulai menjalankan terhadap penggugat ketika penggugat yang tahu atau seharusnya telah dikenal memiliki penggugat yang menyelidiki masalah ini dengan due diligence bahwa penggugat memiliki klaim terhadap terdakwa. Dalam konteks ini, "due diligence" istilah menentukan ruang lingkup pengetahuan konstruktif sebuah partai, setelah menerima pemberitahuan dari fakta-fakta cukup untuk merupakan "pemberitahuan penyelidikan" bahwa peringatan seorang calon penggugat bahwa penyelidikan lebih lanjut akan mengungkapkan alasan tindakan tersebut.

Untuk kualitas teknik pemasok

Due diligence adalah istilah yang digunakan untuk sejumlah konsep yang melibatkan baik kinerja inspeksi sumber atau pengawasan sumber, atau melaksanakan tugas berkualitas seperti PVA (Validasi Proses Penilaian) atau Sistem Audit dengan standar tertentu perawatan.

Due diligence dalam kualitas pemasok (juga dikenal sebagai perawatan akibat) adalah upaya yang dilakukan oleh seorang "SQE" (Keselamatan, Kualitas dan Lingkungan) profesional untuk memvalidasi kesesuaian produk yang disediakan oleh penjual kepada pembeli. Kegagalan untuk membuat upaya ini dapat dianggap kelalaian. Hal ini secara konseptual berbeda dari due diligence investigatif, melibatkan kewajiban umum untuk mengidentifikasi benar, akar untuk non-kepatuhan untuk memenuhi standar atau persyaratan kontrak.

Dalam hukum pidana

Dalam hukum pidana , due diligence adalah pertahanan tersedia hanya untuk sebuah kejahatan yang merupakan salah satu kewajiban yang ketat (yaitu, sebuah kejahatan yang hanya membutuhkan Actus Reus dan tidak ada mens rea ). Setelah tindak pidana terbukti, terdakwa harus membuktikan tanpa keraguan bahwa mereka melakukan segala cara untuk mencegah tindakan tersebut terjadi. Tidaklah cukup bahwa mereka mengambil standar normal perawatan dalam industri mereka - mereka harus menunjukkan bahwa mereka mengambil setiap tindakan pencegahan yang wajar.

Due diligence juga digunakan dalam hukum pidana untuk menggambarkan ruang lingkup tugas jaksa untuk mengambil upaya untuk menyerahkan bukti-bukti pidana untuk terdakwa berpotensi membebaskan.

Properti Komersial Uji Tuntas

Orang yang terlibat dalam pembelian, penjualan, pinjaman, dan pengelolaan real estat komersial rutin perlu melakukan berbagai jenis due properti komersial jatuh tempo.

Lingkungan due diligence selama real estat komersial dan transaksi dapat mencakup Tahap I dan Tahap II Lingkungan penilaian situs . Penilaian semacam ini sering dilakukan di Amerika Serikat untuk menghindari kewajiban sesuai dengan Komprehensif Lingkungan Respon, Kompensasi, dan Kewajiban UU , sering disebut sebagai "hukum Superfund".

Kondisi teknik atau properti penilaian (PCA) akan mencakup tinjauan bangunan sistem untuk mengevaluasi item pemeliharaan yang tertunda yang secara material dapat mempengaruhi operasi dan nilai properti. Membangun sistem akan mencakup dasar, atap, HVAC , listrik, pemipaan, transportasi vertikal, dan amplop bangunan (jendela dan dinding). Salah satu hasil laporan sering merupakan tabel yang menunjukkan biaya perbaikan waktu dekat dan diperlukan dan biaya mereka yang terkait. Sebagai contoh tabel akan menunjukkan bahwa dalam 2 tahun di luar akan membutuhkan lukisan dan bahwa dalam 5 tahun tempat parkir perlu pelaburan. Laporan-laporan ini baik untuk menegosiasikan harga properti serta perencanaan keuangan. Mereka diwajibkan sebagai bagian dari pinjaman sekuritas CMBS

Hal serupa juga terjadi untuk due diligence dalam transaksi properti komersial untuk menyertakan mengamankan judul asuransi kebijakan mengenai kepemilikan properti dan sitaan yang merupakan subjek, dan membutuhkan pemilik untuk mengamankan attornment dari masing-masing penyewa menetapkan perjanjian untuk sewa istilah saat ini berlaku, dan untuk penelitian zonasi hukum yang berlaku untuk properti, bangunan kode kepatuhan tempat, keberadaan dari setiap penilaian khusus dari pajak properti yang berlaku untuk properti, dan sejarah harga jual properti.

Informasi uji tuntas keamanan

Keamanan informasi due diligence sering dilakukan selama teknologi informasi pengadaan proses untuk memastikan agar risiko yang dikenal dan dikelola, dan selama merger dan akuisisi tinjauan uji tuntas untuk mengidentifikasi dan menilai risiko usaha.

Referensi
^ Hoskisson, Hitt & Ireland, 2004, Bersaing untuk Advantage, p.251
^ Gary M. Lawrence, Due Diligence dalam Transaksi Bisnis, ( Law Journal Press 1994, diperbarui jika diperlukan). ISBN 978-1-58852-066-1 .
^ [1] WorldCompliance.com
^ Liza Culick, Godard Kristen dan Terk Natasha (2004). "The Uji Tuntas Tool untuk digunakan dalam penilaian pra-hibah", Grantmakers untuk Efektif Organisasi (GEO), Washington DC 20005
^ lindung nilai Fund.net
^ SEC

h3rm4n ;

TEORI TENTANG BADAN HUKUM*)


Dari berbagai teori yang dikenal dalam bidang Hukum dalam literature Hukum, dapat dikemukakan 7 teori yang saya rasa cukup mewakili pelbagai pendapat dan teori yang pernah dikemukakan para ahli-ahli hukum. Dari ke-7 teori tentang Badan Hukum itu sengaja saya postingkan pada milis kita ini untuk di bahas bersama-sama teori mana ynag lebih mendekati UU Nomor 14/2007 Tentang Perseroan Terbatas, yang berlaku sebagai hukum positif di negara kita.



1. Teori Fiksi

Teori ini dipelopori oleh sarjana Jerman Friedrich Carl von Savigny (1779-1861), tokoh utama aliran sejarah pasa permulaan abaf 19. Menurut teori ini bahwa hanya manusia saja yang mempunyai kehendak.

Selanjutnya dikemukakan bahwa badan hukum adalah suatu abtraksi. Bukuan merupakan suatu hal yang konkrit. Jadi karena hanya suatu abtraksi maka tidak mungkin menjadi suatu subjek dari hubungan hukum, sebab hukum memberi hak-hak kepada yang bersangkutan suatu kekuasaan dan menimbulkan kehendak berkuasa ( wilsmacht). Badan hukum semata-mata hanyalah buatan pemerintah atau negara. Terkecuali negara badan nhukum itu fiksi yakni sesuatu yang sebenarnya tidak ada tetapi orang menghidupkannya dalam bayangan un tuk menerangkan sesuatu hal.

Dengan kata lain sebenarnya menurut alam manusia selalu subjek hukum , tetapi orang menciptakan dalam bayanganya, badan hukum selalu subjek hukum diperhitungkan sama dengan manusia. Jadi, orang bersikap seoplah-olah ada subjek hukum yang lain, tetapi wujud yang tidak riil itu tidak dapat melakukan perbuatan-perbuatan , sehingga yang melakukan ialah manusia sebagai wakil-wakilnya.

2. Teori Orgaan

Teori ini dikemukakan oleh sarjana Jerman, Otto von Gierke (1841-1921), pengikut aliran sejarah dan di negeri Belanda dianut oleh L.G.Polano. Ajarannya disebut leer der volledige realiteit ajaran realitas sempurna.

Meburut Gierke badan hukum itu seperti manusia, menjadi penjelmaan yang benar-benar dalam pergaulan hukum yaitu ’eine leiblichgeistige Lebensein heit’. Badan hukum itu menjadi suatu ’verbandpersoblich keit’ yaitu suatu badan yang membentuk kehendaknya dengan perantaraan alat-alat atau organ-organ badan tersebut misalnya anggota-anggotanya atau pengurusnya seperti manusia yang mengucapkan kehendaknya dengan perantaraan muklutnya atau dengan perantaraan tanganya jika kehendak itu ditulis di atas kertas. Apa yang mereka (organen) putuskan, adalah kehendak dari badan hukum. Dengan demikian menurut teori orgaan badan hukum bukanlah suatu hal yang abstrak, tetapi benar-benar ada. Badan hukum bukanlah suatu kekayaan (hak) yang tidak bersubjek, tetapi badan hukum itu suatu organisme yang riil, yang hidup dan bekerja seperti manusia biasa. Tujuan badan hukum menjadi kolektivitas, terlepas dari individu, ia suatu ’Verband personlichkeit yang memiliki Gesamwille’. Berfungsi badan hukum dipersamakan dengan fungsinya manusia. Jadi badan hukum tidak berbeda dengan manusia, dapat disimpulkan bahwa tiap-tiap perkumpulan/ perhimpunan orang adalah badan hukum. Ini bukan soal yang irriil, justru riil seperti orang dalam kualitasnya sebagai subjek hukum. Sebab kualitas subjek hukum pada manusia juga tidak dapat ditangkap dengan panca indera, dan bertindaknya tidak dengan kesatuan wujud orang, tetapi orgaan dari orang itu yang bertindak. Begitu pula badan hukum sebagai wujud kesatuan tidak bertindak sendiri melainkan orgaannya (bestuur, komisaris, dan sebagainya). Tidak sebagai wakil, tetapi bertindak sendiri dengan orgaannya. Yang berjual beli dan sebagainya adalah badan hukum, bukan si wakil.

3. Leer van het ambtelijk vermogen

Ajaran tentang herta kekayaan yang dimiliki seseorang dalam jabatanya (ambtelijk vermogen): suatu hak yang melekat pada suatu kualitas. Penganut ajaran ini menyatakan bahwa tidah mungkin mempunyai hak jika tidak dapat melakukan hak itu. Dengan lain perkataan, tanpa daya berkehendak (wilsvermogens) tidak ada kedudukan sebagai subjek hukum. Ini konsekuensi yang terluas dari teori yang menitik beratkan pada daya berkehendak. Untuk badan hukum yang berjehendak ilah para pengrusnya maka pada badan hukum semua hak itu diliputi oleh penguru. Dalam kualitasnya sebagai pengurus mereka adalah berhak, maka dari itu disebut ambtelijk vermogen. Konsekuensi ajaran nini ialah bahwa orang belum dewasa dimana wali melakukan segala perbuatan. eigendom ada pada curatele eigenaarnya adalah curator. Teori ini dipelopori oleh Holder dan Binder, sedang di negeri Belanda dianut oleh F.J.Oud. Teori ambtelijk vermogen itu mendekati teori kekayaan bertujuan dari Brinz.

4. Teori kekayaan bersama

Teori ini dikemukakan oleh Rudolf von Jhering seorang sarjana Jerman pengikut aliran sejarah tetapi keluar. Pe,mbela teori ini adalah marcel Pleniol dan Molengraaff, kemudian diikuti Star Busmann, Kranenburg, Paul Scolten dan Apeldoorn. Teori kekayaan bersama itu menganggap badan hukum sebagai kumpulanmanusia. Kepentingan badan hukum adalah kepentingan seluruh anggotanya. Menurut teori ini badan hukum bukan abstraksi dann bukan organisma. Pada hakikatnya hak dan kewajiban badan hukum adalah tanggung jawab bersama-sama. Harta kekayaan badan itu adalah milik bersama seluruh anggota. Para anggota yang berhimpun adalah suatu kesatuan dan membentuk suatu pribadi yang disebut badan hukum. Karena itu, badan hukum hanyalah suatu kontruksi yuridis belaka. Pada hakikatnya badan hukum itu sesuatu yang abstrak. Teori ini juga disebut propriete collective theorie (Planiol), gezemenlijke vermogenstheorie (Molengraaff) , Gezamenlijke eigendomstheorie, teori kolektif (Utrecht), collectiviteitstheo rie dan bestemmingstheorie.

5. Teori Kekayaan Bertujuan

Teori ini timbul dari colltiviteitstheori e. Teori kekayaan beretujuan dikemukakan oleh sarjana Jerman, a. Brinz dan dibela oleh Van der Heijden. Menurut Brinz hanya manusia yang dapat menjadi subjek hukum. Karena itu badan hukum bukan subjek hukum dan hak-hak yang diberi kepada suatu badan hukum pada hakikatnya hak-hak dengan tiada subjek hukum. Teori ini mengemukakan bahwa kekayaan badan hukum itu tidak terdiri dari hak-hak sebagaimana lazimnya (ada yang menjadi pendukung ha-hak tersebut, manusia). kekayaan badan hukum dipandang terlepas dari yang memegangnya. Di sini yang penting bukanlah siapa badan hukum itu, tetapi kekayaan tersebut diurus dengan tujuan tertentu. Karena itu menurut teori ini tidak peduli manusia atau bukan,tidak peduli kekayaan itu merupakan ha-hak yang normal atau bukan, yang terpenting adalah tujuan dari kekayaan tersebut.

Singkatnya, apa yang disebut hak-hak badan hukum, sebenarnya ha-hak tanpa subjek hukum, kerena itu sebagai penggantinya adalah kekayaan yang terikat oleh suatu tujuan. Teori ini disebut ajaran Zweckvermogen atau teori kekayaan bertujuan.

6. Teori kenyataan yuridis

Dari teori orgaan timbulah teori yang merupakan penghalusan dari teori orgaan tersebut ialah teori kenyataan yuridis (Juridische realiteitsleer). teori ini dikemukakan oleh sarjana Belanda E.M. Meijers dan dianut oleh Paul Scolten, serta sudah merupakan de heersende leer. Menurut Meijers badan hukum itu merupakan suatu realitas, konkrit, riilo, walaupun tidak dapat diraba, bukan khayal, tetapi suatu kenyataan yuridis. Meijers menyebut teori tersebut sebagai teori kenyataan sederhana, karena menekankan bahwa hendaknya dalam mempersamakan badan hukum dengan manusia itu terbatas sampai pada bidang hukum saja. Jadi menurut teori kenyataan yuridis badan hukum adalah wujud yang riil, sama riilnya dengan manusia.

7. Teori dari Leon Duguit

Menurut Duguit tidak ada person-persoon lainya dari pada manusia-manusia individual. Akan tetapi menusiapun sebagaimana perhimpunan dan yayasan tidak dapat menjadi pendukung dari hak subjektif. Duguit tidak mengakui hak yang oleh badan hukum diberikan dkepada subjek hukum tetapi melihat fungsi-fungsi sosial yang harus dilakukan sebagai subjek hukum dan ia merupakan subjek hukum tanpa mendukung hak. Karena hanya manusia adalah subjek hukum maka bagi Duguit hanya manusia yang menjadi subjek hukum internasional.

Dari teori-teori mengenai badan hukum di atas dapat kita menyimpulkan bahwasanya berbagai teori tadi berpusat pada dua bagian yaitu:

1. Teori yang menganggap badan hukum itu sebagai wujud nyata , artinya dengan panca indera manusia sendiri, akibatnya badan hukum tersebut disamakan atau identik dengan manusia. Badan hukum dianggap identik dengan organ-organ yang mengrus ialah para pengurusnya dan mereka inilah oleh hukum diangap sebagai persoon.

2. Teori yang menganggap bahwa badan hukum itu tidak sebagai wujud nyata, tetapi badan hukum itu hanya merupakan manusia yang berdiri di belakang badan huykum tersebut akibanya menurut anggapan yang kedua ini jika badan hukum tersebut melakukan kesalahan itu adalah kesalahan manusia-manusia yang berdiri di belakang badan hukum tersebut secara bersama-sama.

*). Disarikan dari berbagai Sumber.

HermanAdriansyah Notaris ;

Kamis, 10 Juli 2014

SURAT BUKTI ASAL TANAH DIBAWAH TANGAN SEBAGAI DASAR PENERBITAN SERTIFIKAT

Pendaftaran tanah pada hakikatnyabertujuan untuk memberikan kepastian hak kepada pemilik tanah. Terbitnyasertifikat merupakan pemberi rasa aman kepada pemilik tanah akan haknya padatanah tersebut. Dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pemeganghak atas tanah maka sertifikat tanah berfungsi sebagai pembuktian yang kuat.Sertifikat tanah merupakan tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktianyang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnyasepanjang data tersebut sesuai dengan data yang terdapat di dalam suratukur dan buku tanah yang bersangkutan.

Salah satu masalah yang berkaitanerat dengan kepastian hukum dalam pendaftaran tanah adalah masalah pembuktian.Dalam pendaftaran tanah dikenal 2 (dua) pendaftaran hak yaitu :

A. Hak atas tanah baru. Pembuktian hak atas tanah baru dilakukan dengan:

Penetapan pemberian hak daripejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yangberlaku apabila pemberian hak berasal dari tanah negara atau tanah hakpengelolaan

Asli akta PPAT yang memuatpemberian hak oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutanuntuk hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik

Hak pengelolaan dibuktikan denganpenetapan pemberian hak oleh pejabat yang berwenang;

  • Tanah wakaf yang dibuktikan dengan akta ikrar wakaf;
  • Hak milik atas satuan rumah susun yang dibuktikan dengan akta pemisahan;
  • Pemberian Hak Tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian Hak Tanggungan.

Pembuktian hak lama berdasarkan Pasal 24 PP No. 24 Tahun 1997 yaitu ;

Untuk keperluan pendaftaran tanah, hak atas tanah yang berasal darikonversi hak-hak lama dibuktikan dengan alat bukti menganai adanya hak tersebutberupa alat bukti tertulis, keterangan sanksi dan atau pernyataan yangbersangkutan yang kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar hak,pemegang hak dan pihak lain yang membebaninya.

Dalam hal tidak atau tidak lagi tersedia secara lengkap alat pembuktianmaka pembuktian dapat dilakukan berdasarkan pentaanya penguasaan fisik tanahyang bersangkutan selama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohonpendaftaran dan pendahulu-pendahulunya.

B. Hak Lama

Dalam Pasal 60 PP No. 24 Tahun 1997 terdapat beberapa alat bukti tertulisyang dapat digunakan bagi pendaftaran hak-hak lama dan merupakan dokumen yanglengkap untuk kepentingan pendaftaran tanah adalah grosse akta hak eigendom,surat tanda bukti hak milik yang diterbitkan berdasarkan peraturan swaprajayang bersangkutan, sertifikat hak milik yang diterbitkan berdasarkan PeraturanMenteri No. 9 Tahun 1959, surat keputusan pemberian hak milik dari pejabat yangberwenang baik sebelum atau sejak berlakunya UUPA, petuk Pajak Bumi sebelumberlakunya PP No, 10 Tahun 1961, akta pemindahan hak yang dibuat dibawa tanganyang dibubuhi kesaksian oleh Kepala Adat/Kepala Desa/Kelurahan yang dibuatsebelum berlakunya PP No. 24 Tahun 1997 dengan disertai alas hak yangdialihkan, akta pemindahan hak yang dibuat oleh PPAT, akta ikrar wakaf, risalahlelah yang dibuat oleh Pejabat Lelang, surat penunjukan atau pembelian kavelingtanah yang diambil pemerintah, surat keterangan riwayat tanah yang dibuat olehKantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan dengan disertai alas hak yangdialihkan.

besarnya jumlah pendaftar dalam pendaftaran tanah yang menggunakan alas hakberupa akta dibawa tangan sangat dipengaruhi oleh keadaan masyarakat mana masihbanyak tanah yang belum bersertifikat. Hal ini tentu saja disebabkan oleh mekanismependaftaran tanah terlalu berat bagi masyarakat baik prosedur maupun biayapendaftarannya.

Dari beberapa alat bukti lama yang dapat digunakan untuk melakukanpendaftaran tanah untuk pertama kali berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 penulismelihat ada 2 alat bukti yang perlu mendapatkan perhatian, yaitu :

1. Alat bukti Kesaksian
Pembuktian dengan saksi dalam hukum pertanahan dipergunakan sebagai buktikepemilikan sebidang tanah berupa bukti tertulis yang dimaksud di atas tidaklengkap atau tidak ada, maka pembuktian hak dapat dilakukan dengan pernyataanyang bersangkutan dan keterangan yang dipercaya dari sekurang-kurangnya 2 (dua)orang saksi dari lingkungan msyarakat setempat yang tidak mempunyai hubungankeluarga dengan yang bersangkutan sampai derajat kedua baik dalam kekerabatanke atas maupun ke samping.

Tujuan pendaftaran tanah pada hakikatnya adalah untuk memberikan jaminankepastian hukum yang bermuara pada perlindungan hukum pemegang hak atas tanah.Dengan demikian, sertifikat tanah merupakan alat bukti yang sangat penting bagisubjek hukum atas tanah sehingga sangat naif sekali jika PP No. 24 Tahun 1997mensyaratkan alat bukti saksi dalam melakukan proses penerbitan tanah karenamenurut penulis alat bukti saksi memiliki bobot yang sangat ringan dan rentanterhadap risiko kekeliruan. Jika sebuah peristiwa telah terjadi dalam waktuyang lama maka tidak jarang terjadi bahwa apa yang terjadi tidak dapat diingatsecara keseluruhan.

Untuk memberi kesaksian terhadap peristiwa yang telah lama bukanlah halyang mudah. Pada umumnya pada waktu penangkapan kejadian, pihak saksi tidakmengarahkan tindakannya untuk menjadi saksi di kemudian hari sehinggapengamatannya pada saat kejadian dapat saja tidak teliti. Penangkapan sebuahperistiwa dan kemudian mengolahnya serta aklhirnya menuturkannya sebagaikesaksian merupakan proses yang dapat mengaburkan kebenaran di kemudian hari.

2. Alat bukti dibawa tangan
Dalam teori hukum dikenal 2 (dua) jenis akta yaitu akta otentik dan aktadibawa tangan. Aktaotentik diatur dalam Pasal 165 HIR, Pasal 1868 BW dan Pasal 285 Rbg. Aktaotentik berdasarkan pasal-pasal dalam bebrapa peraturan ini memiliki kekuatanbukti yang sempurna bagi kedua belah pihak, ahli warisnya dan orang-orangyangmendapat hak darinya.

Alat bukti dibawa tangan tidak diatur dalam HIRnamun diatur dalam S 1867 No. 29 untuk Jawa dan Madura dan Pasal 286 sampaiPasal 305 Rbg. Akta dibawa tangan diakui dalam KUHPerdata. Dalam Pasal 1320telah ditentukan syarat sahnya perjanjian. Dilihat dari 4 syarat sah yangdimaksud maka dapat ditafsirkan bahwa suatu akta yang tidak dibuat oleh dandihadapan PPAT adalah tetap sah sepanjang para pihak telah sepakat dan memenuhiunsur-unsur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Fungsi akta ada 2 yaitu fungsi formalyang menentukan lengkapnya (bukan untuk sahnya) dan fungsi akta sebagai alatbukti di kemudian hari.

Kekuatan pembuktian antara akta otentik denganakta dibawa tangan memiliki perbedaan. Dilihat dari kekuatan pembuktian lahirdi mana sebuah akta autentik ditandatangani oleh pejabat yang berwenang makabeban pembuktian diserahkan kepada yang mempersoalkan keuatentikannya. Sedangkan untuk akta dibawa tangan makasecara lahir akta tersebut sangat berkait dengan tanda tangan. Jika tandatangan diakui maka akta dibawa tangan memiliki kekuatan pembuktian yangsempurna. Kekuatan yang dimiliki oleh tanda tangan bukan kekuatan pembuktianlahir yang kuat karena terdapat kemungkinan untuk disangkal.

Kekuatan pembuktian formal pada akta otentik memiliki kepastian hukumkarena pejabatlah yang menerangkan kebenaran dari apa yang dilihat, didengardan dilakukan pejabat, sedangkan untuk akta dibawa tangan maka pengakuan daripihak yang bertanda tangan menjadi kekuatan pembuktian secara formal.

Sehubungan dengan keabsahan surat dibawa tangan maka penulis meninjau daridua hal :
Secara umum, di Indonesia terdapat beberapa yurisprudensi yang menegaskanbahwa transaksi yang tidak dilakukan di depan pejabat yang berwenang merupakantransaksi yang tidak sah menurut hukum sehingga para pihak tidak perlu mendapatperlindungan hukum. Yurisprudensi yang dimaksud antara lain Keputusan MahkamahAgung Republik Indonesia Nomor 598 K/Sip/1971 tertanggal 18 Desember 1971,Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 601.K/Sip/1972 tertanggal 14Maret 1973, Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 393 K/Sip/1973tertanggal 11 Juli 1973.

Secara khusus dalam aturan-aturn tentang pendaftaran tanah. Dalam Pasal 95Peraturan Menteri Negara Agraria No. 3 Tahun 1997 Tentang Ketentuan PelaksanaanPeraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah :

Akta tanah yang dibuat oleh PPAT untuk dijadikan dasar pendaftaranperubahan data pendaftaran tanah adalah :
  1. Akta Jual Beli
  2. Akta Tukar Menukar
  3. Akta Hibah
  4. Akta Pemasukan ke Dalam Perusahaan
  5. Akta Pembagian Hak Bersama
  6. Akta Pemberian Hak Tanggungan
  7. Akta Pemberian Hak Guna Bangunan atas Tanah Hak Milik
  8. Akta Pemberian Hak Pakai atas Tanah Hak Milik

Selain itu, akta-akta sebagaimana dimaksud pada ayat 1 PPAT juga membuatsurat kuasa membebankan hak tanggungan yang merupakan akta pemberian kuasa yangdipergunakan dalam pembuatan akta pemberian hak tanggungan.

Ketentuan di atas berbeda dengan ketentuan dalam Pasal 24 PeraturanPemerintah No. 24 Tahun 1997. Dari aturan dalam Peraturan Menteri Negaratersebut dapat dilihat adanya keharusan untuk melakukan segala perbuatan hukumyang berkenaan dengan tanmah harus dibuat oleh dan di hadapan pejabat pembuatakta tanah. Ketentuan ini bersifat mengikat dan mengandung konsekuensi hukumbahwa suatu transaksi dengan objek berupa tanah apabila dilaksanakan dibawatangan, terancam batal, sebab bertentangan dengan peraturan yang mengharuskansetiap transaksi dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Dalam hukum, berlaku asas aturan yang lebih tinggi mengesampingkan yanglebih rendah. Jika berdasarkan asas ini maka izin untuk menggunakan akta dibawatangan untuk digunakan sebagai alas hak dalam penerbitan sertifikat dapatdibenarkan. Namun, dissinkronisasi antara PP No. 24 Tahun 1997 dengan KeputusanMenteri Negara Agraria berimplikasi pada ketidakpastian bagi masyarakat.Multiinterpretasi dapat terjadi dengan adanya perbedaan antara keduanya.

Dis-sinkronisasi antara kedua peraturan tersebut berimplikasi pula padakinerja Badan Pertanahan dalam upaya mewujudkan tertib pertanahan di Indonesia.Kesimpangsiuran dalam melakukan interpretasi dapat menimbulkan keraguan padakewibawaan Badan Pertanahan sebagai instansi yang berwenang untuk melakukanpengaturan atas tanah yang ada. Hal ini merupakan satu penyimpangan terhadapupaya mewujudkan tujuan hukum sekaligus merupakan pemicu kerusakan sistem hukumyang ada
Terwujudnya kepatian hukum dalam pendaftaran tanah tidak lepas dari faktorkekurangan dalam substansi aturan pertanahan, dissinkonisasi peraturan yangada. Secara normatif, kepastian hukum memerlukan tersedianya perangkat aturanperundang-undangan yang secara operasional mampu mendukung pelaksanaannya.Secara empiris, keberadan peraturan-peraturan itu dilaksanakan secara konsistendan konsekuen oleh sumber daya manusia pendukungnya.

Tujuan hukum bukan hanya keadilan tetapi juga kepastian hukum dankemanfaatan. Pemenuhan keadilan dalam suatu peraturan perundang-undangan belumcukup karena masih memerlukan syarat kepastian hukum. Kepastian hukum akantercapai bila suatu peraturan dirumuskan secara jelas sehingga tidakmenimbulkan penafsiran yang berbeda-beda serta tidak terjadi tumpang tindihantara peraturan yang ada, baik secara vertikal maupun horizontal. Mewujudkansistem hukum yang baik akan mejadi sebuah hal yang sulit jika substansi aturanyang mendasarinya pun terdapat kesimpangsiuran akibat ketidaksinkronan aturanyang ada.

Salah satu pihak yang sangat berperan dalam pembuatan akta otentik adalahPejabat Pembuat Akta Tanah. Pejabat Pembuat Akta Tanah merupakan pejabat umumdi mana dalam pelaksanaan tugasnya berkewajiban untuk mendaftarkan segala aktayang dibuatnya pada kantor pertanahan sejak penandatanganan. Pejabat PembuatAkta Tanah sangat membantu Kepala Kantor Pertanahan untuk mencapai tertibpertanahan.

Data fisik dan data yuridis yang dilaporkan secara bulanan oleh PPATmendukung upaya pemerintah untuk mneyediakan informasi kepada masyarakat. Halinilah yang membedakan antara akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT denganakta dibawa tangan. Kontrol terhadap kebenaran alat bukti dibawa tangan sangatrentan dengan kekeliruan sedangkan untuk akta autentik, pihak BPN dapat lebihmenjamin kebenaran data fisik dan yuridis yang dinyatakan di dalamnya.

Menurut pendapat penulis, berbicara tentang keabsahan surat dibawa tangansangat berkaitan dengan masalah kekuatan hukum dari surat di bawa tangan.Berdasarkan doktrin dan yurisprudensi yang ada, surat dibawa tangan tidakmemiliki kekuatan hukum. Namun demikian, surat di bawa tangan tetap dapatdijadikan sebagai alat bukti, dan hal ini tentu saja terkait dengan masalahtanda tangan dan kesaksian dalam surat tersebut.

Keberadaan surat di bawa tangan sebagai dasar dalam penerbitan SertifikatHak Milik tetap diakui dalam peraturan-Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentangPendaftaran Tanah, meskipun surat di bawa tangan tidak memiliki kekuatan hukum.Untuk dapat dijadikan sebagai alas hak dalam penerbitan Sertifikat Hak Milikdan dapat memiliki kekuatan pembuktian maka surat di bawa tangan tersebut harusmemenuhi prosedur dan persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 24 Ayat (2) PPNo. 24 Tahun 1997 yang menetapkan bahwa dalam hal tidak ada lagi tersediasecara lengkap alat-alat pembuktian yang berdasarkan pembuktian, pembukuan hakdapat dilakukan kenyataan penguasaan fisik bidang tanah yang bersangkutanselama 20 tahun atau lebih secara berturut-turut oleh pemohon pendaftaran daripendahulu-pendahulunya dengan syarat :

Penguasaan tersebutdilakukan dengan itikad baik dan secara terbuka oleh yang bersangkutan sebagaiyang berhak atas tanah serta diperkuat oleh Kesaksian oleh orang yang dapatdipercaya.

Penguasaan tersebut baik sebelum maupun selama pengumuman tidakdipermasalahkan oleh masyarakat hukum adat atau desa/kelurahan yangbersangkutan atau pihak lainnya.
Keterangan dari sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang kesaksiannyadapat dipercaya, karena fungsinya sebagai orang tertua adat setempat dan ataupenduduk yang sudah lama bertempat tinggal di desa/kelurahan letak tanah yangbersangkutan dan tidak mempunyau hubungan keluarga dengan yang bersangkutansampai derajat kedua baik dalam kekerabatan vertikal maupun horizontal.

Kesaksian dari KepalaKelurajan/Kepala Desa.

Surat pernyataan penguasaan secara fisik yang dibuatkan oleh pemohonpendaftaran tanah antara lain berisi :

1.      Bahwa fisik tanahnya secara nyata dikuasaidan digunakan sendir oleh pihak yang mengaku atau secara nyata tidak dikuasaitetapi digunakan pihak lain secara sewa atau bagi hasil atau dengan bentukhubungan perdata lainnya.
2.      Bahwa tanahnya sedang/tidak dalam keadaansengketa.
3.      Bahwa apabila penandatanganan memalsukanisi surat pernyataan, bersedia dituntut di muka hakim secara pidana maupunperdata karena memberikan keterangan palsu.

Jadi, jika seluruh syarat bagi sebuah surat dibawa tangan telah dipenuhiuntuk dapat dijadikan dasar dalam penerbitan sertifikat hak milik berdasarkanPeraturan Pemerintah no. 24 tahun 1997 adalah maka surat dibawa tangan tersebutdapat dijadikan sebagai dasar penerbitan sertifikat dan memiliki kekuatanpembuktian. Dalam kenyataan yang banyak terjadi, meskipun persyaratansebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 telah dipenuhi,akan tetapi banyak persoalan yang tetap timbul sehubungan dengan penggunaansurat di bawa tangan sebagai dasar penerbitan Sertifikat Hak Milik. Beberapapersoalan yang pada Kantor Pertanahan saat ini adalah sebagai berikut :

Dalam proses pendaftarantanah secara massal, pihak Kantor Lurah atau kantor Desa biasanya membantumengkoordinir pelaksanaan di lapangan termasuk dalam hal pembuatan surat-surattanah bagi masyarakat yang belum memiliki surat tanah. Oleh karena waktu yangsingkat dengan jumlah pemohon yang banyak maka pihak Kantor Kelurahan atauKantor Desa hanya sekedar menandatangani tanpa mempelajari kebenaran surattanah yang diajukan, bahkan untuk seluruh masyarakat, surat tanah merekaditandatangi saksi yang sama yaitu 2 (dua) orang dari aparat desa ataukelurahan. Kebenaran surat tanah ini menjadi sulit untuk dijamin karena prosesyang cepat dan tidak teliti.

Masih sehubungan dengan proses pembuatan surat tanah di Kantor Kelurahanatau Desa, pada saat sebuah surat tanah menjadi perkara di Pengadilan, KepalaKelurahan atau kepala Desa yang menandatangani sering menggunakan dalih bahwamerka tidak mengetahui riwayat tanah tersebut karena mereka adalah kepalaKelurahan atau Kepala Desa yang baru menjabat selama 3 (tiga) bulan. Kondisiini mengindikasikan bahwa jaminan kepastian hukum atas tanah dengan alas hakdibawa tangan tersebut tidak ada, karena Pejabat yang menandatanganinya besertapara aparatnya yang turut bersaksi dalam surat ternyata tidak mengetahuiriwayat tanah yang mereka persaksikan.

Kondisi selanjutnya yang terjadi di kantor Keluruhan atau kantor Desaadalah tidak ada buku tanah desa yang menjadi catatan atau pengadministrasianterhadap setiap peralihan tanah yang terjadi shingga sangat wajar, jika kepaladesa atau kepala kelurahan yang baru tidak mengetahui riwayat tanah yangsebenarnya. Kondisi fatal yang terjadi pula sehubungan dengan pembuatan surattanah oleh pihak Kantor Kelurahan atau Kantor desa adalah seringnya muncul 2(dua) surat tanah yang berbeda untuk tanah yang sama namun ditandatangani olehKepala Desa yang sama.

Dari uraian di atas dihubungkan dengan keberadaan surat di bawa tangansebagai salah satu pembuktian hak lama maka alas hak dalam penerbitansertifikat pada pendafataran tanah berupa surat di bawa tangan dapatmenimbulkan ketidakpastian bagi pemegang hak. Munculnya beragam interpretasitentang keabsahan sebuah surat dibawa tangan yang menyebabkan lahirnya PutusanHakim yang berbeda-beda merupakan salah satu bukti bahwa peralihan denganmenggunakan surat dibawa tangan yang dijadikan sebagai alas hak dalampendaftaran tanah tidak memberikan jaminan kepastian hukum bagi para pemiliktanah.

Kondisi-kondisi di atas tentu saja akan sangat menyulitkan masyarakatketika suatu saat ada pihak lain yang mengklaim tanah yang mereka miliki.Keadaan lain yang terjadi adalah beberapa anggota masyarakat ternyata telahkehilangan tanah mereka tanpa mereka ketahui dan pada saat mereka mengajukanupaya penyelesaian, ternyata mereka tidak memiliki daya apa-apa karena surattanah yang mereka miliki harus gugur karena pihak lain memiliki bukti berupaakta autentik.

Mencermati uraian-uraian di atas sehubungan dengan penggunaan surat dibawatangan sebagai dasar penerbitan sertfikat hak milik, penulis berpendapat bahwasurat di bawa tangan tidak memiliki kekuatan hukum namun tetap dapat digunakansebagai dasar penerbitan Sertifikat Hak Milik sepanjang data yang diterangkandi dalamnya mengandung kebenaran dan diketahui oleh minimal 2 (dua) orang saksibersama Kepala Kelurahan atau Kepala Desa sebagai pihak yang dianggapmengetahui riwayat tanah pada Kelurahan atau desa tempat mereka menjabat. Namundemikian, surat di bawa tangan ini tidak bisa memberikan jaminan kepastianhukum kepada para pemegang sertifikat karena dalam kenyataannya di Pengadilan,para hakim memiliki interpretasi yang berbeda mengenai keabsahan surat dibawatangan.

Kondisi lain yang menyebabkan ketidakpastian bagi pemilik sertifikat yangpenerbitannya didasarkan pada surat dibawa tangan adalah kondisi administrasikelurahan atau desa yang belum tertib. Banyaknya Kelurahan atau Desa yang tidakmemiliki buku tanah desa menyebabkan munculnya surat-surat tanah yang tidakbisa dipertanggungjawabkan. Akibatnya, meskipun sertifikat merupakan alat buktiyang kuat bagi pemegangnya namun belum bisa memberikan jaminan adanya kepastianhukum bagi mereka mengingat bahwa asas yang dianut oleh sistem pendaftarantanah di Indonesia adalah asas negatif (bertendensi positif) yaitu sebuahsertifikat dapat dibatalkan jika ada pihak lain yang dapat membuktikankepemilikannya atas tanah tersebut.

Untuk mengantisipasi munculnya masalah dalam penggunaan surat di bawatangan sebagai dasar penerbitan sertifikat, maka dalam proses pembuatan surattanah dibawa tangan, seluruh pihak yang terkait seharusnya mengutamakanketelitian dan kecermatan serta kehati-hatian agar tidak menyebabkanketidakpastian bagi para pemilik sertifikat ataupun pemilik tanah yangsebenarnya (jika ternyata sertifikat diterbitkan kepada pihak yang tidakberhak).

catatan :
dibawa tangan=di bawah tangan. Pada awalnya penulis menganggap bahwapenulisan adalah dibawa tangan akan tetapi berdasarkan pemberitahuan seorangdosen saya mengatakan bahwa yang benar adalah dibawa tangan bukan di bawahtangan, saat ini penulis sedang mencari dasar untuk mengetahui mana yang benar,dibawa tangan atau di bawah tangan.

sumber : https://www.facebook.com/notes/10152525708634322/