Jumat, 31 Agustus 2012

TOBELO


Menurut laporan Portugis, penduduk pemukiman Tobelo, Galela, dan terutama Tobaru, adalah pelaku kekejaman dan kekerasan tanpa belas kasihan yang mana mereka menyerang pemukIman orang Moro sepanjang abad ke-16. “Di pulau ini hidup orang-orang yang disebut Tavaros (Tobaru). Mereka orang-orang primitif yang kesenangannya hanya ada dalam membunuh siapapun yang bisa dibunuh. Dan dikabarkan seringkali mereka membunuh istri dan anak-anaknya jika tidak menemukan orang lain yang bisa dibunuh”. Sementara orang Tobaru hidup di lembah sungai Ibu, orang Galela tinggal di pemukiman dengan nama Galela, di tepi Danau Galela dan berada di bawah pemerintahan penguasa Gamkonora di pantai barat jazirah utara Halmahera. Mereka berulangkali menyerang pemukiman orang Moro di Mamuya dan di tahun 1606 juga menyerang Tolo.

Nama Tobelo muncul pertama kalinya di tahun 1606, ketika orang Moro di Samafo dan Cawa mengungsi ke Tolo untuk menghindari serangan dari penduduk pemukiman bernama Tobelo yang letaknya delapan mil di pedalaman. Lima puluh tahun kemudian, dua pemukiman Tobelo di catat yaitu Tobelo-tia, dan Tobelo-tai. Keduanya terletak di pedalaman, jauh dari jangkauan penguasa Gamkonora dan Ternate. Tahun 1686, Tobelo-tia digambarkan terletak di tepi sebuah danau (diduga sebagai Danau Lina) di pedalaman sebelah utara distrik Kao. Pemukiman tersebut dibagi dalam delapan wilayah dan merupakan wilayah bawahan dari penguasa Gamkonora yang diwakili oleh seorang “hukum”. Sumber yang sama menjelaskan bahwa Tobelo-tai terletak satu hari berlayar ke selatan dari Galela. Dalam peta yang digambar oleh Isaac de Graaf, hanya tiga pemukiman di sepanjang jazirah utara yang dicatat : Galeta (Galela), Tomueway (di lokasi desa Mawea sekarang ini) dan Tubella (Tobelo),terletak di Danau Lina.

Dari sini, kita kemudian bisa merekonstruksi perkembangannya. Di akhir abad ke-16, hanya ada satu pemukiman Tobelo yang terletak delapan mil di pedalaman dari pemukiman orang Moro yaitu Samafo dan Cawa. Ingatan tentang pemukiman tunggal orang Tobelo masih melekat dalam ingatan orang Ternate pada abad ke-19. Tahun 1858 ada informasi dari dewan Ternate (Ternaten Court) yang menyebutkan bahwa pada jaman dulu ada tujuh negeri kecil (petty states) yang independen di jazirah utara Halmahera yaitu Jailolo, dan Loloda masing-masing dibawah seorang kolano, Sahu,Tobaru, Tolofuo dan Kau dibawah seorang sangaji dan Tobelo dan Galela yang merupakan kampung-kampung yang besar yang memiliki pemerintahan sendiri dan independen dari Gamkonora.

Pemukiman orang Tobelo terbagi menjadi dua antara tahun 1606 sampai tahun 1656. Kedua komunitas terletak di pedalaman sampai sebelum tahun 1686, salah satunya bergerak ke tepi pantai dan menempati tanah tidak bertuan yang dulunya merupakan pemukiman orang Moro. Disana mereka membangun pemukiman, Tobelo-tai dan pada akhir abad ke-17 pemukiman di pinggir pantai yaitu Mawea ditambahkan. Komunitas yang lain, Tobelo-tia tetap berada di Danau Lina.

(kemudian tidak ada catatan sejarah tentang Tobelo selama sekitar 150 tahun)

Baru pada tahun 1855 nama Tobelo kembali muncul, saat penduduk “kampong Tobelo” menolak untuk menyerahkan seorang bajak laut bernama bernama Laba kepada komandan kapal perang “Vesuvius”. Sang komandan kemudian memerintahkan untuk memborbardir kampung tersebut. Di lokasi tersebut,dikenal sebagai “Berera Ma Nguku” (‘kampung terbakar’ dalam bahasa Tobelo) yang saat ini letaknya di desa Gamhoku (‘kampung terbakar’ dalam bahasa Ternate). Setelah penghancuran, penduduknya dipindahkan ke lokasi yang berhadapan dengan pulau Kumo, dimana Gubernur Belanda untuk Maluku memerintahkan membangun pemukiman baru. Kampung ini dikenal sebagai “Berera Ma Hungi” (‘kampug baru’ dari bahasa Tobelo) dan sekarang dikenal dengan nama dari bahasa Ternate yaitu Gamsungi, dengan arti yang sama (kampung baru). Tapi pada saat itu, pemukiman orang Tobelo sudah menyebar di sepanjang pantai daerah Tobelo sekarang dan beberapa bagian pulau Morotai. Tahun 1856, penduduk Tobelo dikabarkan hidup  di sembilan domain (negeri atau hoana) yang mana empat diantaranya dihuni yaitu Liena (Lina), Liebatto (Huboto), Laboewah-lamo (Hibua Lamo) dan Nomo (Momulati). Negeri-negeri yang lain ditambahkan pada ke-empat negeri ini dan “tidak lagi menyandang nama negeri”. Pengurangan dari sembilan ke empat negeri ini kemudian dihubungkan dengan administrasi pemerintah Belanda. Campen melaporkan pada tahun 1883 bahwa kesembilan negeri (hoana) ini adalah Katana,Mawea,Patja,Jaro,Saboea Lamo,Lina,Sibotto, Momulati dan Mede tapi “pemerintahan kita (Belanda) membuat pembagian yang sewenang-wenang ke dalam tujuh bagian (hoana), kemudian menjadi lima, dan sekarang...... pembagian ke dalam empat negeri dikembangkan”. Keempat negeri , yaitu Momulati, Lina, Sibotto dan Saboea Lamo, bersama-sama membentuk ibu kota (hoofplast) Tobello. Sebagai tambahan, Campen menyusun daftar dua puluh empat pemukiman Tobelo, hampir semuanya dinamai sesuai dengan nama sungai, atau bentukan pantai (tanjung,teluk atau pulau) dimana mereka tinggal. Dan satu abad kemudian, pada awal 1980-an, ini adalah bentuk yang mana orang Tobelo mengidentifikasi wilayahnya: dua puluh dua pemukiman, yang semuanya terletak di pinggir pantai dan dinamai sesuai dengan kali,sungai, atau teluk dimana mereka tinggal, dikelompokkan ke dalam empat (atau lima) wilayah domain (ma hoana) yaitu Lina, Huboto, Momulati, dan Hibua Lamo (hoana Hibua Lamo berasal dari hoana Gura dan kemudian menggantikan hoana tersebut). Bersama-sama, keempat hoana ini membentuk O Tobelohoka manga ngi, “wilayah Tobelo”.

 http://www.facebook.com/notes/adrian-noel/tobelo/10151049875094502