Rabu, 06 Agustus 2014

Ketentuan-Ketentuan Wakaf

1. Pengertian dan Hukum Wakaf
hajiDitinjau dari segi bahasa wakaf berarti menahan. Sedangkan menurut istilah syarak, ialah menahan sesuatu benda yang kekal zatnya, untuk diambil manfaatnya untuk kebaikan dan kemajuan Islam. Menahan suatu benda yang kekal zatnya, artinya tidak dijual dan tidak diberikan serta tidak pula diwariskan, tetapi hanya disedekahkan untuk diambil manfaatnya saja.
Ada beberapa pengertian tentang wakaf antara lain:
Pengertian wakaf menurut mazhab syafi’i dan hambali adalah seseorang menahan hartanya untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub kepada Allah ta’alaa
Pengertian wakaf menurut mazhab hanafi adalah menahan harta-benda sehingga menjadi hukum milik Allah ta’alaa, maka seseorang yang mewakafkan sesuatu berarti ia melepaskan kepemilikan harta tersebut dan memberikannya kepada Allah untuk bisa memberikan manfaatnya kepada manusia secara tetap dan kontinyu, tidak boleh dijual, dihibahkan, ataupun diwariskan

Pengertian wakaf menurut imam Abu Hanafi adalah menahan harta-benda atas kepemilikan orang yang berwakaf dan bershadaqah dari hasilnya atau menyalurkan manfaat dari harta tersebut kepada orang-orang yang dicintainya. Berdasarkan definisi dari Abu Hanifah ini, maka harta tersebut ada dalam pengawasan orang yang berwakaf (wakif) selama ia masih hidup, dan bisa diwariskan kepada ahli warisnya jika ia sudah meninggal baik untuk dijual ayau dihibahkan. Definisi ini berbeda dengan definisi yang dikeluarkan oleh Abu Yusuf dan Muhammad, sahabat Imam Abu Hanifah itu sendiri
Pengertian wakaf menurut mazhab maliki adalah memberikan sesuatu hasil manfaat dari harta, dimana harta pokoknya tetap/lestari atas kepemilikan pemberi manfaat tersebut walaupun sesaat
Pengertian wakaf menurut peraturan pemerintah no. 28 tahun 1977 adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian harta kekayaannya yang berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya. Bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam.
Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa wakaf itu termasuk salah satu diantara macam pemberian, akan tetapi hanya boleh diambil manfaatnya, dan bendanya harus tetap utuh. Oleh karena itu, harta yang layak untuk diwakafkan adalah harta yang tidak habis dipakai dan umumnya tidak dapat dipindahkan, mislanya tanah, bangunan dan sejenisnya. Utamanya untuk kepentingan umum, misalnya untuk masjid, mushala, pondok pesantren, panti asuhan, jalan umum, dan sebagainya.
Hukum wakaf sama dengan amal jariyah. Sesuai dengan jenis amalnya maka berwakaf bukan sekedar berderma (sedekah) biasa, tetapi lebih besar pahala dan manfaatnya terhadap orang yang berwakaf. Pahala yang diterima mengalir terus menerus selama barang atau benda yang diwakafkan itu masih berguna dan bermanfaat. Hukum wakaf adalah sunah. Ditegaskan dalam hadits:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Harta yang diwakafkan tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan. Akan tetapi, harta wakaf tersebut harus secara terus menerus dapat dimanfaatkan untuk kepentingan umum sebagaimana maksud orang yang mewakafkan. Hadits Nabi yang artinya: “Sesungguhnya Umar telah mendapatkan sebidang tanah di Khaibar. Umar bertanya kepada Rasulullah SAW; Wahai Rasulullah apakah perintahmu kepadaku sehubungan dengan tanah tersebut? Beliau menjawab: Jika engkau suka tahanlah tanah itu dan sedekahkan manfaatnya! Maka dengan petunjuk beliau itu, Umar menyedekahkan tanahnya dengan perjanjian tidak akan dijual tanahnya, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.” (HR Bukhari dan Muslim)
2. Syarat dan Rukun Wakaf
a. Syarat Wakaf
Syarat-syarat harta yang diwakafkan sebagai berikut:
1) Diwakafkan untuk selama-lamanya, tidak terbatas waktu tertentu (disebut takbid).
2) Tunai tanpa menggantungkan pada suatu peristiwa di masa yang akan datang. Misalnya, “Saya wakafkan bila dapat keuntungan yang lebih besar dari usaha yang akan datang”. Hal ini disebut tanjiz
3) Jelas mauquf alaih nya (orang yang diberi wakaf) dan bisa dimiliki barang yang diwakafkan (mauquf) itu
b. Rukun Wakaf
1) Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya;
a. kehendak sendiri
b. berhak berbuat baik walaupun non Islam
2) sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf), syartanya;
a. barang yang dimilki dapat dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat diberikan maupun dikemudian hari
b. milki sendiri walaupun hanya sebagian yang diwakafkan atau musya (bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain
3) Tempat berwakaf (yang berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki sesuatu, anak dalam kandungan tidak syah.
4) Akad, misalnya: “Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan sebagainya” tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum)
3. Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong pemberian sunah, namun tidak bisa dikatakan sebagai sedekah biasa. Sebab harta yang diserahkan haruslah harta yang tidak habis dipakai, tapi bermanfaat secara terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara perseorangan sebagai hak milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan harus berwujud barang yang tahan lama dan bermanfaat untuk orang banyak, misalnya:
a. sebidang tanah
b. pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya
c. bangunan masjid, madrasah, atau jembatan
Dalam Islam, pemberian semacam ini termasuk sedekah jariyah atau amal jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya akan terus menerus mengalir kepada orang yang bersedekah. Bahkan setelah meninggal sekalipun, selama harta yang diwakafkan itu tetap bermanfaat. Hadits nabi SAW:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Berkembangnya agama Islam seperti yang kita lihatsekarang ini diantaranya adalah karena hasil wakaf dari kaum muslimin. Bangunan-bangunan masjid, mushala (surau), madrasah, pondok pesantren, panti asuhan dan sebaginya hampir semuanya berdiri diatas tanah wakaf. Bahkan banyak pula lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis taklim, madrasah, dan pondok-pondok pesantren yang kegiatan operasionalnya dibiayai dari hasil tanah wakaf.
Karena itulah, maka Islam sangat menganjurkan bagi orang-orang yang kaya agar mau mewariskan sebagian harta atau tanahnya guna kepentingan Islam. Hal ini dilakukan atas persetujuan bersama serta atas pertimbangan kemaslahatan umat dan dana yang lebih bermanfaat bagi perkembangan umat.
4. Pelaksanaan Wakaf di Indonesia
a. Landasan
1. Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
2. Peraturan Menteri dalam Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Cara Pendaftaran Tanah mengenai Perwakafan Tanah Milik
3. Peraturan Menteri Agama No. 1 Tahun 1978 Tentang Peraturan Pelasanaan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
4. Peraturan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam No. Kep/P/75/1978 tentang Formulir dan Pedoman Peraturan-Peraturan tentang Perwakafan Tanah Milik
b. Tata Cara Perwakafan Tanah Milik
1. Calon wakif dari pihak yang hendak mewakafkan tanah miliknya harus datang dihadapan Pejabat Pembantu Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) untuk melaksanakan ikrar wakaf.
2. Untuk mewakafkan tanah miliknya, calon wakif harus mengikrarkan secara lisan, jelas dan tegas kepada nadir yang telah disyahkan dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf. Pengikraran tersebut harus dihadiri saksi-saksi dan menuangkannya dalam bentuk tertulis atau surat
3. Calon wakif yang tidak dapat datang di hadapan PPAIW membuat ikrar wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya yang mewilayahi tanah wakaf. Ikrar ini dibacakan kepada nadir dihadapan PPAIW yang mewilayahi tanah wakaf serta diketahui saksi
4. Tanah yang diwakafkan baik sebagian atau seluruhnya harus merupakan tanah milik. Tanah yang diwakafkan harus bebas dari bahan ikatan, jaminan, sitaan atau sengketa
5. Saksi ikrar wakaf sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa, dan sehat akalnya. Segera setelah ikrar wakaf, PPAIW membuat Ata Ikrar Wakaf Tanah
c. Surat yang Harus Dibawa dan Diserahkan oleh Wakif kepada PPAIW sebelum Pelaksananaan Ikrar Wakaf
Calon wakif harus membawa serta dan menyerahkan kepada PPAIW surat-surat berikut.
1. sertifikat hak milik atau sertifikat sementara pemilikan tanah (model E)
2. Surat Keterangan Kepala Desa yang diperkuat oleh camat setempat yang menerangkan kebenaran pemilikan tanah dan tidak tersangkut suatu perkara dan dapat diwakafkan
3. Izin dari Bupati atau Walikota c.q. Kepala Subdit Agraria Setempat
d. Hak dan Kewajiban Nadir
Nadir adalah kelompok atau bandan hukum Indonesia yang diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf
1. Hak Nadir
  1. Nadir berhak menerima penghasilan dari hasil tanah wakaf yang biasanya ditentukan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya. Dengan ketentuan tidak melebihi dari 10 % ari hasil bersih tanah wakaf
  2. Nadir dalam menunaikan tugasnya dapat menggunakan fasilitas yang jenis dan jumlahnya ditetapkan oleh Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten atau Kotamadya.
2. Kewajiban Nadir
Kewajiban nadir adalah mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf dan hasilnya, antara lain:
  1. menyimpan dengan baik lembar kedua salinan Akta Ikrar Wakaf
  2. memelihara dan memanfaatkan tanah wakaf serta berusaha meningkatkan hasilnya
  3. menggunakan hasil wakaf sesuai dengan ikrar wakafnya.
5. Mengganti Barang Wakaf
Prinsip-prinsip wakaf diatas adalah pemilikan terhadap manfaat suatu barang. Barang asalnya tetap, tidak boleh diberikan, dijual atau dibagikan. Barang yang diwakafkan tidak boleh diganti atau dijual. Persoalannya akan jadi lain jika barang wakaf itu sudah tidak dapat dimanfaatkan, kecuali dengan memperhitungkan harga atau nilai jual setelah barang tersebut dijual. Artinya, hasil jualnya dibelikan gantinya. Dalam keadaan demikian , mengganti barang wakaf dibolehkan. Sebab dengan cara demikian, barang yang sudah rusak tadi tetap dapat dimanfaatkan dan tujuan wakaf semula tetap dapat diteruskan, yaitu memanfaatkan barang yang diwakafkan tadi.
Sayyidina Umar r.a. pernah memindahkan masjid wakah di Kuffah ke tempat lain menjadi masjid yang baru dan lokasi bekas masjid yang lama dijadikan pasar. Masjid yang baru tetap dapat dimanfaatkan. Juga Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa tujuan pokok wakaf adalah kemaslahatan. Maka mengganti barang wakaf tanpa menghilangkan tujuannya tetap dapat dibenarkan menurut inti dan tujuan hukumnya.
6. Pengaturan Wakaf
Tujuan wakaf dapat tercapai dengan baik, apabila faktor-faktor pendukungnya ada dan berjalan. Misalnya nadir atau pemelihara barang wakaf. Wakaf yang diserahkan kepada badan hukum biasanya tidak mengalami kesulitan. Karena mekanisme kerja, susunan personalia, dan program kerja telah disiapkan secara matang oleh yayasan penanggung jawabnya.
Pengaturan wakaf ini sudah barang tentu berbeda-beda antara masing-masing orang yang mewakafkannya meskipun tujuan utamanya sama, yaitu demi kemaslahatan umum. Penyerahan wakaf secara tertulis diatas materai atau denagn akta notaris adalah cara yang terbaik pengaturan wakaf. Dengan cara demikian, kemungkinan penyimpangan dan penyelewengan dari tujuan wakaf semula mudah dikontrol dan diselesaikan. Apalagi jika wakaf itu diterima dan dikelola oleh yayasan-yayasan yang telah bonafide dan profesional, kemungkinan penyelewengan akan lebih kecil.
A. Hikmah Wakaf
Hikmah wakaf adalah sebagai berikut:
  1. Melaksanakan perintah Allah SWT untuk selalu berbuat baik. Firman Allah SWT:
(lihat Al-Qur’an onlines di google)
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS Al Hajj : 77)
  1. Memanfaatkan harta atau barang tempo yang tidak terbatas
Kepentingan diri sendiri sebagai pahala sedekah jariah dan untuk kepentingan masyarakat Islam sebagai upaya dan tanggung jawab kaum muslimin. Mengenai hal ini, rasulullad SAW bersabda dalam salah satu haditsnya:
مَنْ لاَ يَهْتَمَّ بِاَمْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مْنِّى (الحديث)
Artinya: “Barangsiap yang tidak memperhatikan urusan dan kepentingan kaum muslimin maka tidaklah ia dari golonganku.” (Al Hadits)
  1. Mengutamakan kepentingan umum daripada kepentingan pribadi
Wakaf biasanya diberikan kepada badan hukum yang bergerak dalam bidang sosial kemasyarakatan. Hal ini sesuai dengan kaidah usul fiqih berikut ini.
مَصَالِحِ الْعَامِّ مُقَدَّمُ عَلى مَصَالِحِ الْجَاصِّ
Artinya: “Kemaslahatan umum harus didahulukan daripada kemaslahatan yang khusus.
Adapun manfaat wakaf bagi orang yang menerima atau masyarakat adalah:
    1. dapat menghilangkan kebodohan
    2. dapat menghilangkan atau mengurangi kemiskinan
    3. dapat menghilangkan atau mengurangi kesenjangan sosial
    4. dapat memajukan atau menyejahterakan umat
sumber : Notaris_Indonesia@yahoogroups.com

Sekilas tentang Hukum Wakaf


TANAH ini diwakafkan untuk dijadikan tempat dibangunnya masjid, atau tanah
ini diwakafkan untuk dijadikan kuburan kaum muslim. Demikian kata-kata yang
sering kita lihat dan baca pada sebuah bangunan atau lahan. Begitu seringnya
kita temukan. Tetapi tahukan Anda bagaimana sebenarnya aturan dan hukum
tentang wakaf?

Dalam pasal 1 ayat (1), Undang-undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf ditentukan wakaf adalah perbuatan hukum Wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Wakaf menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah, perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam (pasal 215) Dalam pelaksanaannya, wakaf harus memenuhi unsur-unsur wakaf. Dalam Pasal 6 UU No.41 Tahun 2004 dikatakan, unsur wakaf :
a. Wakif
b. Nazhir
c. Harga Benda Wakaf
d. Ikrar Wakaf
e. Peruntukan harta benda wakaf
f. Jangka waktu wakaf

Dalam ayat (2) disebutkan, Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.

Wakif meliputi: perseorangan, organisasi dan badan hukum (pasal 7)
Selanjutnya, dalam pasal 8 diatur dengan kriteria Wakif. Pasal 8 ayat (1) menjelaskan, Wakif perseorangan hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan:
a. dewasa
b. berakal sehat
c. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan
d. pemilik sah harta benda wakaf
Sedangkan Wakif yang merupakan organisasi, dalam pasal 8 ayat (2), hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.

Pasal 8 ayat (3) disebutkan, Wakif badan hukum hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.

Sedangkan pihak yang menerima wakaf, sesuai dengan ayat (3) disebut dengan Nazhir. Kemudian, Nazhir inilah yang akan mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan peruntukannya. Nazhir meliputi, perseorangan, organisasi dan badan hukum.

Pasal 10 UU No.41 Tahun 2004 ayat (1) lebih lanjut menjelaskan, Nazhir perseorangan hanya dapat menjadi Nazhir jika memenuhi persyaratan:
a. warga Negara Indonesia
b. beragama Islam
c. dewasa
d. amanah
e. mampu secara jasmani dan rohani
f. tidak terhalang melakukan perbuatan hukum

Sementara dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 219 huruf f ditambahkan,
Nazhir harus bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkan.

Masih menurut KHI pasal 219 dalam ayat (3) disebutkan, Nazhir harus didaftarkkan pada Kantor Urusan Agama kecamatan setempat. Nazhir juga harus disumpah di hadapan KUA kecamatan dan harus disaksikan sekurang-kurangnya oleh 2 orang saksi. Biasanya menurut Kepala KUA Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, Drs.Sofyan Umar, biasanya Nazhir sedikitnya terdiri dari 3 orang dam paling banyak 5 orang. Terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara dan anggota.

Nazhir dalam pelaksanaan wakaf ini mempunyai tugas sebagaimana diatur dalam pasal 11:
a. melakukan pengadministrasian harta benda wakaf
b. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukkannya
c. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia .
Dalam melaksanakan tugasnya sebagai Nazhir, maka Nazhir dapat menerima imbalan dari harta bersih atas pengelolaan dan pengembngan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10 persen, demikian disebutkan dalam

Pasal 12.
Harga Benda Wakaf
Disebutkan Iskandar,SH yang merupakan salah satu Advokat Yayasan Bungong
Jeumpa, peruntukan benda wakaf tidak semata-mata untuk kepentingan sarana ibadah dan sosial. Melainkan dapat juga diarahkan untuk memajukan kesejahteraan umum dengan cara meningkatkan potensi dan manfaat ekonomi benda wakaf. Yayasan Bungong Jeumpa adalah salah satu lembaga yang fokus dalam melakukan advokasi terhadap kewarisan dan pertanahan.

Pengelolaan dan pengembangan benda wakaf dilakukan secara produktif antara
lain dengan cara pengumpulan, investasi, penanaman modal, produksi, kemitraan, perdagangan, agrobisnis, pertokoan, perkantoran, sarana pendidikan ataupun sarana kesehatan dan usaha-usaha yang tidak bertentangan dengan syariah.

Adapun harta benda wakaf meliputi:
a. benda tidak bergerak
b. benda bergerak
Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 16 ayat (2): benda yang tidak bergerak:
a. hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar.
b. bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana yang dimaksud pada huruf a
c. tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah
d. hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
e. benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan tanah wakaf atau tanoh wakeueh menurut adat Aceh diartikan sebagai lembaga keagamaan, di mana seseorang yang memiliki tanah menyerahkan sebagian daripadanya untuk keperluan seseorang tertentu atau keperluan bersama, sesuai dengan hukum Islam. Biasanya, penyerahan wakaf ini dilakukan kepada geuchik dan imam meunasah, dan pengurusan tanah ini selanjutnya dilakukan oleh kedua aparat gampong tersebut. (Praktek Penyelesaian Formal dan Informal Masalah Pertanahan, Kewarisan, dan Perwalian Paska Tsunami di Banda Aceh dan Aceh Besar, A.Salim, IDLO, h.73)
Sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukkan bagi:
·               sarana dan kegiatan ibadah
·               sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan
·               bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu dan beasiswa
·               kemajuan dan peningkatan ekonomi umat
·               kemajuan kesejahteraan umum ainnya yang tidak bertetangan

Dalam praktek, penyerahan harta benda untuk wakaf harus melewati beberapa prosedur. Seperti harus adanya ikrar wakaf. ( pasal 1 ayat (3)).

Untuk mengurus Akta Ikrar Wakaf khusus tanah wakaf, Wakif harus mengisi beberapa blanko di KUA setempat. Lebih lanjut dijelaskan Drs.Sofyan Umar, sebelum mengisi blanko yang disediakan KUA, Wakif harus menyerahkan:
bukti hak millik tentang harta yang akan diwakafkan
menyerahkan surat Model WK, surat keterangan kepala desa tentang perwakafan tanah milik. Surat ini kemudian diajukan ke Kantor Pertanahan untuk pengurusan sertifikat tanah
menyerahkan surat Model WD, surat pendaftaran tanah wakaf sebelum keluarnya PP No.28/ 1977

Selanjutnya, blanko yang harus diisi, Bentuk W1, surat keterangan wakaf untuk
Wakif, Nazhir dan PPAIW. Blanko Bentuk W2, surat ikrar wakaf yang akan ditujukan sebagai surat permohonan kepada kepala Kantor Pertanahan dan juga ditujukan kepada Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah. Kemudian, salinan

Akta Ikrar Wakaf bentuk W2.A dibuat PPAIW yang ditujukan ke Wakif, Nazhir, Kepala Departemen Agama Kabupaten/Kota. Untuk pengurusan Akta Ikrar Wakaf khusus tanah wakaf ke kantor KUA ini tidak dikenai biaya, kecuali biaya materai.

Ikrar wakaf ini kemudian dilaksanakan oleh Wakif kepada Nazhir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan oleh dua orang saksi. Ikrar ini kemudian dinyatakan secara lisan/tertulis serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf yang dibuat oleh PPAIW.

Tetapi jika dalam ikrar, Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan
atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, Wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh dua orang saksi.

Perubahan Status Harta Benda Wakaf
Harta benda wakaf yang sudah diwakafkan dilarang untuk dijadikan: jaminan,
disita, dihibahkan, dijual, diwariskan, ditukar atau dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lain.

Jika dilakukan, maka akan dapat dipidana sesuai dengan Pasal 67 ayat (1) – (3).
Jika setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan, dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan tanpa izin, maka dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan /atau pidana denda paling banyak Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Jika setiap orang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda wakaf tanpa izin, dapat dipidana dengan penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 400.000.000 (empat ratus juta rupiah).

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf, melebihi jumlah yang ditentukan, dipidana paling lama 3 tahun dan/atau didenda Rp 3000.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
Disebutkan Iskandar,SH, penyelesaian sengketa perwakafan ditempuh melalui musyawarah untuk mencapai mufakat dengan cara mediasi, yaitu meminta bantuan pihak ketiga (mediator). Sementara, Drs.Sofyan Umar mengatakan, dapat juga meminta bantuan KUA setempat. Tetapi jika tidak dapat diselesaikan secara musyawarah, maka dibawa ke Mahkamah Syar’iyah.

NLP: Satu Bentuk Pragmatisme

I think the more you want to become more and more creative you have to not only elicit other peoples’ (plural) strategies and replicate them yourself, but also modify others’ strategies and have a strategy that creates new creativity strategies based on as many wonderful states as you can design for yourself. Therefore, in a way, the entire field of NLP™ is a creative tool, because I wanted to create something new.
(Richard Bandler)

Dalam bahasa sehari-hari Khrisnamurti (I am not sure that this was the right spelling), kala kita berpikir bahwa suatu barang ringan, maka ringanlah dia.
Sebelum kita semua tertawa, mari kita lihat dulu siapa sebenarnya Richard Bandler ini.
Bandler adalah seorang ahli matematika yang bersama John Grinder, seorang ahli bahasa, pada pertengahan 1970-an mulai mengembangkan NLP. Ketertarikan mereka dipicu beberapa hal. Pertama, orang-orang yang sukses. Kedua, psikologi. Ketiga, bahasa. Keempat, pemrograman komputer. NLP jelas bukan satu hal yang mudah didefinisikan. Untuk menjelaskan hal itu pun, bahkan para ahlinya kerap menggunakan satu metafora bahwa NLP merupakan satu peranti lunak bagi otak untuk membuat otak bekerja karena pada dasarnya kita tidak diberikan manual saat diberikan otak oleh Tuhan. 

Prinsip-prinsip NLP sangat bergantung pada beberapa hal. Pertama, gagasan tentang pikiran bawah sadar yang secara terus-menerus mempengaruhi pikiran dan tindakan. Kedua, perilaku dan tuturan metaforis, terutama yang dibangun di atas metode-metode yang digunakan Freud dalam interpretasi mimpi. Ketiga, hipnoterapi Milton Erickson. NLP juga dipengaruhi pemikiran-pemikiran Noam Chomsky—dari wilayah linguistik. 
Pada dasarnya, NLP mengajarkan pada orang berbagai skill komunikasi dan persuasi  dan mengubah serta memotivasi orang dengan menggunakan metode-metode hipnotis-diri. Bhakan beberapa tokoh NLP–seperti juga Khrisnamurti— mengklaim bahwa mereka bisa mengajarkan satu metode yang tak mungkin salah untuk mengetahui ketika seseorang berbohong atau tidak, namun ahli NLP lain menyatakan bahwa itu tidak mungkin dilakukan. 

Satu prinsip dasar NLP yang mengandung fallacy yang kental disertai warna metafisika yang kuat adalah bahwa ”jika seseorang bisa melakukan sesuatu, maka orang-orang lain pun akan dapat melakukannya” . Perbedaan antara kita Einsten dan Maradona berarti hanya dipisahkan oleh NLP!

NLP dikatakan sebagai studi struktur pengalaman subyektif, namun fokus perhatian lebih diarahkan pada langkah-langkah pengamatan perilakau dan mengajarkan kepada orang bagaimana cara membaca bahasa tubuh. Padahal, bahasa tubuh merupakan satu hal yang maknanya hanya bisa ditemukan secara kultural dan sosial. Artinya, tidak ada makna inheren dalam satu bahasa tubuh karena tidak ada universalitas di dalamnya. 

Selain itu, interpretasi atas bahasa tubuh tersebut pun tidak dapat diverifikasi sehingga sulit untuk dianggap sebagai pengetahuan, apalagi diperlakukan sebagai scintific method. Misalnya, jika saya mengatakan bahwa saat saya melihat seorang gadis tersenyum ke arah saya, saya mengartikan bahwa senyum itu bermakna sang gadis menyukai saya dan pikirannya bekerja memikirkan rasa sukanya. Dari mana saya bisa mengetahui apakah interpretasi itu benar atau tidak? Jika sanga gadis mengonfirmasi interpretasi saya tersebut, dari mana saya bisa tahu bahwa dia menjawab dengan jujur? Ini sama saja dengan kerja seorang dukun yang menyatakan bahwa pada masa lalu saya adalah seorang raja yang hidup di sebuah negeri yang amat kaya raya: Anda tidak bisa menguji apakah itu benar atau tidak.

Dalam banyak perspektif ilmu sosial, klaim-klaim NLP dianggap sebagai metafisik yang tak berdasar. Jika ingin berkomentar lebih sopan, saya akan mengatakan bahwa NLP tidak lebih dari upaya segelintir orang yang sedikit belajar ini-itu untuk memunculkan satu pemikiran ilmiah yang menyerupai spiritualitas dengan mengeksploitasi hasrat orang-orang dan pemikiran mainstream yang berkembang akan gagasan-gagasan voluntaristik yang optimistis. Dalam kalimat pendek, menjajakan NLP sama dengan memproduseri film dan sinetron murahan yang menggambarkan bionic woman dan six million dollar man!

Paradigma voluntaristik yang kental membayangi premis-premis NLP rasanya lebih tepat dimaknai sebagai satu hal yang kemunculannya dipicu oleh semangat agentif yang kental, semangat ubermansch manusia yang lelah menghadapi batasan-batasan alamiahnya. Pada rentang tertentu, ini masuk akal dan dapat ditoleransi, namun jika kita harus menggunakan mantera-mantera ”kapas ringan” untuk mengangkat sebuah truk gandeng, misalnya, ini jelas metafisik alias tahayul.

Klaim-klaim NLP tentang pikiran dan persepsi tidak pernah disertai dukungan dari neuroscience. Klaim-klaim tersebut datang dari sumber yang gelap dan tak terverifikasi serta bersifat metafisik, kurang lebih sama dengan konsep motivasi dalam teori strukturasi Anthony Giddens.

Pembelaan dari NLP bukan tidak ada. Pembelaan utama mereka adalah pengakuan dari para NLPers bahwa metode-metode mereka memang bersifat pragmatis (baca pragmatisme John Dewey). Yang penting berhasil. Pembelaan itu menjadi satu-satunya benteng NLP menghadapi kritik atas tidak validnya klaim-klaim mereka. Tapi, ada satu hal yang membuat saya berpikir. Kalau hanya untuk melakukan hal-hal hebat yang metafisik, masih banyak metode pragmatis lain yang tidak perlu membuat kita menghabiskan puluhan juta rupiah untuk mendapatkannya: jimat banten salah satunya. Iya toh?

Tanpa pemaparan tidakjelas tapi bergaya ilmiah plus lokakarya yang serupa dengan dolanan khas Taman Indria, rasanya kita masih bisa mencapai hal-hal pragmatis dalam hidup secara gempang kok….

What a huge waste of money and time!

Jumat, 25 Juli 2014

KAPITALISME: SERING TERDENGAR, TAK BANYAK YANG PAHAM



Kapitalisme adalah satu kata yang kerap muncul dalam berbagai ruang. Namun, ternyata–ini menyedihkan–bagi banyak orang, kapitalisme sekadar kata yang memiliki bunyi. Maknanya jauh masih di awang sana.

Kapitalisme
Dalam berbagai paparan teoritis, kolonialisme, imperialisme, kapitalisme, dan globalisasi merupakan fenomena-fenomena yang terkait. Imperialisme berarti politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperium. Menguasai di sini tidak berarti merebut dengan kekuasaan senjata, tetapi dapat dijalankan dengan kekuatan ekonomi, kultur, agama, dan ideologi, asalkan dengan paksaan.
Dalam definisi lain, imperialisme dikatakan sebagai upaya perluasan dengan paksaan wilayah satu negara dengan melakukan penaklukan teritorial yang menjadi dasar pembentukan dominasi politik dan ekonomi terhadap negara-negara lain yang bukan merupakan koloninya (http://en.wikipedia .org/wiki/ Imperialism). Dalam semua definisi imperialisme, ada beberapa konsep yang selalu muncul: perluasan wilayah, penguasaan atau dominasi dengan paksaan (koersi), dan dominasi politik, budaya, serta ekonomi. 
V.I. Lenin menyatakan bahwa bahwa kapitalisme mencakup kapitalisme monopoli sebagai imperialisme untuk menemukan bisnis dan sumber daya baru (Lenin, 1916 dalam http://www.marxist. org). Definisi Lenin, “the highest stage of capitalism” mengacu pada saat ketika monopoli kapital finansial mendominasi, memaksa negara dan korporasi swasta bersaing untuk mengontrol sumber daya alam dan pasar.
Karl Marx juga mengidentifikasi kolonialisme sebagai salah satu aspek prahistori moda produksi kapitalis. Selain itu, teori imperialisme Marxist, dan teori dependensi yang terkait, menekankan pada hubungan ekonomi antarnegara (dan di dalam negara-negara) , alih-alih hubungan formal politik dan militer. Dengan begitu, imperialisme tidak selalu berupa satu hubungan kontrol yang formal satu negara atas negara lain, melainkan eksploitasi ekonomi satu negara atas negara lain.
Dalam periodisasi yang lazim, imperialisme dibagi menjadi dua periode. Yang pertama adalah imperialisme kuno atau (ancient imperialism), yang intinya adalah prinsip gold, gospel, dan glory. Imperialisme ini berlangsung sebelum revolusi industri dan dipelopori oleh Spanyol dan Portugis. Periode kedua adalah imperialisme modern, yang intinya adalah kemajuan ekonomi. Imperialisme modern muncul sesudah revolusi industri. Industri besar-besaran membutuhkan banyak bahan mentah dan pasar yang luas. Para imperialis mencari jajahan untuk dijadikan sumber bahan mentah dan pasar bagi hasil-hasil industri kemudian juga sebagai tempat penanaman modal bagi surplus kapitalis (http://id.wikipedia.org/ wiki/Imperialism e).
Unsur selanjutnya adalah kolonialisme. Kolonialisme merupakan pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar wilayah tersebut (http://id.wikipedia .org/wiki/ Kolonialisme). Definisi kolonialisme menyatakan bahwa kolonialisme merupakan satu praktik dominasi yang melibatkan subjugasi satu orang terhadap yang lain.
Seperti imperialisme, kolonialisme juga melibatkan kontrol politik dan ekonomi terhadap satu teritori yang dependen. Kolonialisme sangat sulit dibedakan dari imperialisme. Satu-satunya perbedaan hanya dapat dilihat dari etimologi kedua konsep tersebut. Istilah koloni berasal dari kata Latin colonus, yang berarti ‘petani’. Ini mengingatkan kita pada praktik kolonialisme yang biasanya melibatkan proses pemindahan populasi ke satu wilayah, di mana mereka akan tinggal di tempat tersebut secara permanen dan tetap mempertahankan afiliasi politik dengan negara asalnya. Di sisi lain, imperialisme berasal dari kata Latin imperium, yang berarti ‘memerintah’. Dengan demikian, imperialisme lebih merupakan cara bagaimana satu negara menjalankan kekuasaan atas negara lain, apakah melalui pembentukan koloni, kemakmuran, atau mekanisme kontrol tak langsung (http://plato. stanford. edi/entries/ colonialism).

Sementara itu, kapitalisme secara umum mengacu pada satu sistem ekonomi yang di dalamnya semua atau sebagian besar alat-alat produksi dimiliki secara privat dan dioperasikan demi keuntungan (http://en.wikipedi a.org/wiki/ Capitalism) . Selain itu, dalam sistem ini, investasi, distribusi, pendapatan, produksi, dan penentuan harga barang-barang dan jasa ditentukan melalui operasi ekonomi pasar. Kapitalisme biasanya melibatkan hak-hak individu dan sekelompok individu yang berperan sebagai “orang-orang legal” atau korporasi-korporasi yang memperdagangkan barang-barang kapital, buruh, dan uang.
Ada beberapa pengertian lain soal kapitalisme. Yang pertama adalah bahwa kapitalisme merupakan sebuah sistem yang mulai terinstitusi di Eropa pada masa abad ke-16 hingga abad ke-19–yaitu di masa perkembangan perbankan komersial Eropa, di mana sekelompok individu maupun kelompok dapat bertindak sebagai suatu badan tertentu yang dapat memiliki maupun melakukan perdagangan benda milik pribadi, terutama barang modal seperti tanah dan tenaga manusia, pada sebuah pasar bebas di mana harga ditentukan oleh permintaan dan penawaran, demi menghasilkan keuntungan di mana statusnya dilindungi oleh negara melalui hak pemilikan serta tunduk kepada hukum negara atau kepada pihak yang sudah terikat kontrak yang telah disusun secara jelas kewajibannya baik eksplisit maupun implisit serta tidak semata-mata tergantung pada kewajiban dan perlindungan yang diberikan oleh kepenguasaan feodal.
Yang kedua, kapitalisme adalah teori yang saling bersaing yang berkembang pada abad ke-19 dalam konteks Revolusi Industri, dan abad ke-20 dalam konteks Perang Dingin, yang berkeinginan untuk membenarkan kepemilikan modal, untuk menjelaskan pengoperasian pasar semacam itu, dan untuk membimbing penggunaan atau penghapusan peraturan pemerintah mengenai hak milik dan pasaran. Ketiga, kapitalisme dianggap sebagai suatu keyakinan mengenai keuntungan dari menjalankan hal-hal semacam itu. Keempat, kapitalisme adalah suatu sistem ekonomi yang mengatur proses produksi dan pendistribusian barang dan jasa dengan ciri-ciri: sebagian besar sarana produksi dan distribusi dimiliki oleh individu; barang dan jasa diperdagangkan di pasar bebas (free market) yang bersifat kompetitif; dan modal kapital (baik uang maupun kekayaan lain) diinvestasikan ke dalam berbagai usaha untuk menghasilkan laba (profit).
Nicholas Garnham dalam Capitalism and Communication: Global Culture and the Economics of Information mendefinisikan kapitalisme sebagai “a mode of social organization characterized by the domination of exchange relation”. Lebih jauh lagi, Garnham menegaskan bahwa hubungan partikular antara yang abstrak dan yang konkret, atau antara gagasan-gagasan dan hal-hal, yang relevan bagi materialisme historis sebagai satu moda analisis kapitalisme, berakar pada hubungan nyata antara yang abstrak (relasi pertukaran) dan yang konkret (pengalaman hidup individu, tenaga kerja, dsb.) (Garnham, 1990:22).
Ada beberapa elemen kunci yang kerap disebut dalam pendefinisian kapitalisme: sistem, modal (kapital), kepemilikan individu, proses produksi, kompetisi, pasar bebas, investasi, dan profit. Kata-kata kunci ini menjadi faktor determinan dalam implikasi-implikasi praktis operasi kapitalisme dan itu akan terlihat dalam sejarah panjang perkembangan kapitalisme.
Pada umumnya para sejarawan ekonomi sepakat bahwa kapitalisme sebagai moda pengorganisasian kehidupan sosial dan ekonomi tidak hanya dimulai di satu tempat di dunia, dalam hal ini Eropa Barat Laut, melainkan sejak tahap sangat awal, ketika masih dalam proses pembentukan pada abad ke-16, yang melibatkan ekspansi ke luar yang secara bertahap melintasi wilayah-wilayah yang kian luas di dunia dalam satu jaringan pertukaran materi. Jaringan pertukaran materi ini seiring waktu berkembang menjadi pasar dunia bagi barang-barang dan jasa, atau bagi pembagian kerja internasional (division of labour). Pada akhir abad ke-19, proyek satu ekonomi dunia yang kapitalistik telah terbangun dalam arti bahwa lingkup hubungan-hubungan mencakup semua wilayah geografis dunia (Hoogvelt, 1997: 14).

Abad ke-19 secara khusus mencuat sebagai waktu utama perkembangan pembagian kerja internasional. Diperkirakan bahwa dalam tiap dekade pada abad ke-19, perdagangan dunia tumbuh 11 kali lebih cepat dari produksi dunia, dan pada 1913, saat Perang Dunia I, 33 persen produksi dunia diperdagangkan di luar batas nasional negara-negara (Horvat, 1968:611 dalam Hoogvelt, 1997: 14).
Ini sejalan dengan yang diungkapkan George Ritzer dalam Modern Sociological Theory (1996). Ritzer menyatakan bahwa Revolusi Industri yang terjadi hampir di seluruh masyarakat Barat, terutama pada abad ke-19 dan awal abad ke-20–bersama berbagai perkembangan yang terkulminasi menjadi transformasi dunia Barat dari masyarakat agriluktur menjadi satu sistem masyarakat Industri–memunculkan satu sistem masyarakat di mana muncul birokrasi ekonomi yang besar untuk melayani banyak kebutuhan industri dan sistem ekonomi kapitalis yang baru muncul. Sasaran ideal dari sistem kapitalisme ini adalah pasar bebas, di mana berbagai produk industri dapat ditransaksikan (Ritzer, 1996: 6-7). Bagian dari dunia yang kini disebut sebagai Dunia Ketiga, yakni Amerika Selatan, Afrika, Asia–terkecuali Jepang–, berpartisipasi secara penuh dalam pasar internasional. Pada 1913, Dunia Ketiga menangkap 50 persen pasar dunia (bandingkan dengan 22 persen saat ini) (Mun, 1928:5 dalam Hoogvelt, 1997:14).
Praktik ekonomi kapitalistik terinstitusional di Eropa antara abad ke-16 dan ke-19 dan bentuk awal kapitalisme perdagangan (merchant capitalism) berkembang pada Abad Pertengahan. Menurunnya feodalisme pada saat itu mengikis kekangan politis dan religius tradisional dalam pertukaran-pertukar an kapitalis. Hal-hal yang menyulitkan terjadinya akumulasi kapital–seperti tradisi dan kontrol, aturan-aturan aristokrasi, yang mengambil alih kapital melalui denda secara sewenang-wenang, dan pajak, pada abad ke-18–berhasil diatasi dan kapitalisme menjadi sistem ekonomi yang dominan di United Kingdom dan pada abad ke-19 kapitalisme menjadi sistem ekonomi dominan di Eropa. Setelah menguasai Eropa, kapitalisme secara bertahap menyebar dari Eropa, khususnya dari Britania, melintasi batas-batas politik dan budaya. Pada abad ke-19 dan 20, kapitalisme menyediakan perangkat-perangkat utama industrialisasi ke sebagian besar penjuru dunia (http://en.wikipedia .org/wiki/ Capitalism).
Periode awal kapitalisme atau merchant capitalism atau merkantilisme ini juga disebut sebagai kapitalisme perdagangan. Periode ini dikaitkan dengan penemuan-penemuan oleh pedagang-pedagang lintasnegara– terutama dari Inggris dan Negara-Negara Dataran Rendah–, kolonisasi Eropa terhadap Amerika, dan pertumbuhan pesat perdagangan lintasnegara. Merkantilisme adalah sistem perdagangan demi profit, meskipun sebagian besar komoditas masih diproduksi oleh metode produksi nonkapitalis. Di bawah merkantilisme, para pedagang Eropa, dengan dukungan kontrol, subsidi, dan monopoli negara, mendapatkan keuntungan dari pembelian dan penjualan barang-barang.  Francis Bacon menyatakan bahwa tujuan merkantilisme adalah “the opening and well-balancing of trade; the cherishing of manufacturers; the banishing of idleness; the repressing of waste and excess by sumptuary laws; the improvement and husbanding of the soil; the regulation of prices…” (Bacon dalam The Seventeenth Century, 1961, dalam http://en.wikipedia .org/wiki/ Capitalism).
Para perintis merkantilisme menekankan pentingnya kekuatan negara dan penaklukan luar negeri sebagai kebijakan utama dari kebijakan ekonomi. Jika sebuah negara tidak mempunya bahan mentahnya, maka mereka mesti mendapatkan koloni yang akan menjadi sumber bahan mentah yang dibutuhkan. Koloni juga akan berperan sebagai pasar barang jadi. Agar tidak terjadi kompetisi, koloni harus dicegah untuk melaksanakan produksi dan dengan pihak lain. Dalam situasi ini, terwujudlah pembagian kerja (division of labor) internasional.
Seperti dikatakan oleh Immanuel Wellerstein, kita menyebut pembagian kerja internasional ini sebagai ekonomi dunia kapitalis karena kriteria definitifnya adalah produksi barang dan jasa untuk dijual di pasar yang tujuannya adalah untuk memaksimalkan profit (dalam Wellerstein, 1979 dalam Hoogvelt, 1997: 14). Dalam pasar kapitalistik, kekuatan permintaan dan penawaran yang tampaknya netrallah yang menentukan harga satu produk dan dengan demikian memberi sinyal kepada produsen apakah mereka mesti melakukan ekspansi produk, mengurangi output, atau mengubah teknik produksi, mengurangi struktur biaya, dan sebagainya. Dengan kata lain, melalui medium tangan tak terlihat (invisible hands) Adam Smith dalam The Wealth of Nations (1776)–yang telah menjadi menjadi “global invisible hand” pada akhir abad ke-19–aktivitas manusia dikoordinasikan secara rapi melintasi batas-batas nasional (Hoogvelt, 1997: 15).
Dari uraian-uraian di atas, terlihat bahwa ada beberapa hal yang selalu muncul  dalam pembahasan kritis soal kolonialisme, imperialisme, dan kapitalisme. Beberapa karakter tersebut adalah penguasaan (baik secara koersif atau nonkoersif), eksploitasi (baik terhadap sumber daya alam dan manusia atau pada pemikiran), keuntungan atau profit (bagi negara-negara pelaku, yang selalu berasal dari Eropa Barat dan Amerika Utara), ekonomi (yang menjadi latar belakang pendorong), dan hubungan yang sarat dengan ketidaksetaraan (satu atau sekelompok diuntungkan dan yang lain dirugikan). Ketiga konsep tersebut dalam analisis yang fokus pada pendekatan histori maupun analisis, kerap berkaitan satu sama lain. Itu bisa terlihat dari teori periodisasi di bawah ini.
Sejumlah ilmuwan yang fokus pada sistem dunia memunculkan proposisi soal periodisasi perkembangan kapitalisme, yang di dalamnya karakteristik kapital inti dan hubungannya dengan wilayah periferal sangat beragam. Perbedaan-perbedaan itu dilihat sebagai satu hasil dialektis dari kontradiksi- kontradiksi yang ditimbulkan dalam tiap periode interaksi. Para ilmuwan Neo-Marxist, seperti Samir Amin, Andre Gunder Frank, Ernest Mandel, Albert Szymanski, dan Harry Magdoff, secara umum mengidentifikasi tahap prakompetitif merkantilis (1500-1800), tahap kapitalis kompetitif (1800-1880), tahap monopoli/imperialis (1880-1960), dan beberapa ilmuwan bahkan mengidentifikasi satu tahap monopoli imperialis/kapitali s lanjutan (yang dimulai oleh krisis pada 1968).
Dalam tiap periode, periferi menjalankan fungsi tertentu dalam melayani kebutuhan-kebutuhan esensial akumulasi di sentral. Namun, kebutuhan-kebutuhan esensial ini berubah akibat hasil gemilang pelayanan tersebut. Dan karena interaksi dialektis antara core dan periferi memunculkan tingkat perbedaan perkembangan yang kian meningkat di core dan periferi dalam tiap periode, core dan periferi terpisah kian jauh, menuju satu titik krisis dalam hubungan tersebut, yang kemudian diatasi dengan mengubah struktur formalnya dan metode akstraksi surplus dari core ke periferi (Hoogvelt, 1997: 16). 
Sementara itu, Ankie Hoogvelt juga memunculkan periodisasi ekspansi kapitalisme yang berbeda. Periodisasi yang disebutnya sebagai periodisasi yang dikatakan merupakan periodisasi yang “mengabaikan variasi geografis yang luas”, Hoogvelt membagi ekspansi kapitalisme menjadi empat periode. Yang pertama adalah fase merkantilisme, transfer surplus ekonomi melalui penjarahan dan perampasan yang disamarkan menjadi perdagangan (1500-1800). Kedua, periode kolonial, transfer surplus ekonomi melalui syarat-syarat pedagangan yang tak setara yang dilakukan melalui pembagian kerja internasional yang dilakukan melalui kolonialisme (1800-1950). Yang ketiga adalah periode neo-kolonial, transfer surplus ekonomi melalui developmentalism dan technological rents (1950-70). Yang terakhir adalah pascaimperialisme, transfer surplus ekonomi dilakukan melalui peonage (upaya membuat pengutang melakukan segala sesuatu bagi terutang) utang (1970-saat ini).
Tahap pascaimperialisme, pada akhir abad ke-20, ditandai dengan pertumbuhan eksplosif perusahaan-perusaha an transnasional, yang memicu munculnya postimperialism theory. Para teoris modern business enterprise, seperti Charles A. Conant, Arthur T. Hadley, Jeremiah W. Jenks, Adolf A. Berle, Jr., Peter F. Drucker, dan Alfred D. Chandler, Jr. menyatakan bahwa dalam sejarah ekonomi Barat, selama akhir abad ke-19 dan setelahnya, korporasi-korporasi menjelma menjadi organisasi ekonomi yang paling efisien dalam lingkup transportasi, komunikasi, produksi, distribusi, dan pertukaran yang semakin luas (Becker, Sklar & Hakim, 1999: 11).
Sementara itu, masih dalam kaitannya dengan periodisasi kapitalisme, Thomas L. McPhail dalam Global Communication: Theories, Stakeholders, and Trends (2002) melihat periodisasi kapitalisme itu sebagai bagian dari analisis makro sistem komunikasi massa, yang antara lain dilakukan oleh Harold Innis, Marshal McLuhan, Armand Mattelart, Jacques Ellul, dan George Barnett. Pemaparan periodisasi yang dilakukan McPhail disebut sebagai pembabakan sejarah atau perkembangan historis tren “pengembangan imperium”, yang pada dasarnya menggambarkan perkembangan dominasi, yang amat mirip dalam perkembangan sejarah kapitalisme, kolonialisme, dan imperialisme, terutama dari perspektif modernisasi (Daniel Larner, Marion Lavy, Neil Smelser, Samuel Eisenstadt, dan Gabriel Almond), dependensi (Paul Baran, Martin Landsberg, dan banyak peneliti lain), dan teori sistem dunia (Immanuel Wellerstein) .
McPhail menyatakan bahwa tren pertama dalam pengembangan imperium adalah melalui penaklukan militer, yang ia sebut sebagai kolonialisme militer. Yang kedua adalah penaklukan oleh tentara salib Kristen, yang ia sebut sebagai kolonialisme Kristen. Yang berikutnya adalah kolonialisme merkantilisme, yang ia sebut bertahan hingga pertengahan abad ke-20. Satu elemen kunci yang sangat penting dalam kolonialisme merkantilisme, menurut McPhail, adalah penemuan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg (ini juga disebutkan oleh Nick Stevenson, 1999:34-35 dan McChesney, Wood, dan Foster, 1998, 51-55) karena hal itu memungkinkan terjadinya penyebaran pesan secara cepat dan lebih luas. Berakhirnya PD I dan PD II menandai berakhirnya era kolonialisme militeristik dan menempatkan negara-negara industri sebagai pemimpin jalur vital perdagangan dan praktik komersial global. Ini semua membawa dunia pada periode keempat perkembangan imperium, yakni kolonialisme elektronik. Periode ini diwarnai oleh ketergantungan less developed countries (LDC’s) pada Barat, yang terjadi karena ada ketergantungan perangkat keras komunikasi yang vital dan perangkat lunak yang cuma diproduksi di barat. Selain itu, LDC’s juga amat bergantung pada Barat dalam hal kebutuhan para insinyur, teknisi, yang protokol-protokol yang berkaitan dengan informasi, yang semuanya membentuk sekumpulan norma-norma, niai, nilai, dan ekspektasi asing, yang dalam berbagai tingkat berbeda mengubah budaya, kebiasaan, nilai-nilai dan proses sosialisasi domestik. Semua pemaran ini disebut sebagai electronic colonialism theory (ECT)[1].
Fredric Jameson dan David Harvey, dua ilmuwan Marxis, mengatakan bahwa modernitas dan pascamodernitas merepresentasikan dua fase kapitalisme yang berbeda. Jameson menyatakan bahwa pascamodernitas berhubungan dengan late capitalism atau satu fase kapitalisme multinasional, “informational”, dan “consumerist”. Sementara itu, Harvey mendeskripsikannya sebagai transisi dari Fordism ke akumulasi fleksibel. Gagasan yang sama juga muncul dalam teori-teori “disorganized capitalism”. Pascamodernitas dengan demikian berhubungan dengan satu fase kapitalisme di mana produksi massa barang-barang standar dan bentuk-bentuk pekerjaan yang berkaitan dengan hal itu, telah digantikan oleh fleksibilitas: bentuk baru produksi. 
Ellen Meiksin Wood dalam “Modernity, Postmodernity, or Capitalism?” dalam Capitalism and the Information Age: The Political Economy of the Global Communication Revolution (McChesney, Wood, dan Foster, 1998), menyatakan bahwa periodisasi melibatkan lebih dari sekadar menelusuri proses perubahan. Memproposisikan satu pergeseran sama artinya dengan menentukan mana yang esensial dalam mendefinisikan satu bentuk sosial seperti kapitalisme. Pergeseran epokal berkaitan dengan transformasi- transformasi dasar dalam beberapa elemen konstitutif dasar satu sistem. Dengan kata lain, periodisasi kapitalisme bergantung pada bagaimana kita mendifinisikan sistem ini sejak awal. Dalam hal ini kita harus memahami bagaimana konsep-konsep modernitas dan pascamodernitas menjelaskan bagaimana orang menggunakan konsep-konsep itu untuk memahami kapitalisme. Dalam kesimpulannya, Wood menyatakan bahwa modernitas telah mati, digantikan oleh kapitalisme.
Apa pun fokus dan penggunaan istilahnya, baik imperialisme, kolonialisme, maupun kapitalisme, ada beberapa kesamaan dan warna serta jenis penaklukan dalam periodisasi- periodisasi yang digambarkan di atas. Secara umum, semua periodisasi dimulai dengan penaklukan militer yang dilanjutkan dengan perdagangan sekaligus ekspansi geografis. Pada akhirnya, periodisasi ditutup dengan hilangnya–atau minimnya–peran kekuatan koersif militer dalam penaklukan dan dominasi.
Era terakhir dalam tiap periodisasi selalu diwarnai oleh semakin dominannya unsur-unsur komunikasi dan media komunikasi dalam moda penaklukan, penguasaan, dan dominasi yang lebih halus, yang melibatkan nilai-nilai, norma-norma, dan hal-hal yang jauh dari kesan koersif. Bahkan McPhail menyatakan bahwa periode terakhir, kolonialisme elektronik sebagai satu periode di mana para kolonialis “seeks mind”, sedangkan kolonialisme masih “sought cheap labor”. Secara implisit, McPhail menyatakan ada pergeseran fokus dominasi: dari sesuatu yang bersifat kasar, jelas terlihat, dan fisik menjadi sesuatu yang halus, laten, dan psikis serta mental. Dominasi pada era ini amat sejalan dengan konsep hegemoni Antonio Gramsci[2].


[1] Electronic colonialism merupakan babak selanjutnya dalam pembabakan kolonialisme. Lihat Grafis 1.
[2] Lihat juga McChesney, Wood, dan Foster, 1998: 51-65 dan Stevenson, 1999: 93-109)

 Herman Adriansyah