Untuk
mengetahui apa yang dimaksud dengan kesepakatan maka perlu dilihat apa itu
perjanjian, dapat dilihat pasal 1313 KUHPerdata. Menurut ketentuan pasal ini,
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Sebab
Kesepakatan atau kata sepakat merupakan bentukkan atau merupakan unsur dari
suatu perjanjian (Overeenkomst) yang
bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan
suatu perjanjian mencapai suatu kesepakatan atau tercapainya suatu kehendak.[1]
Kata
sepakat sendiri bertujuan untuk menciptakan suatu keadaan dimana pihak-pihak
yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu kehendak.
Menurut
Van Dunne, yang diartikan dengan perjanjian, adalah :[2]
“suatu
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum.”
Menurut
Riduan Syahrani bahwa :[3]
“Sepakat
mereka yang mengikatkan dirinya mengandung bahwa para pihak yang membuat
perjanjian telah sepakat atau ada persetujuan kemauan atau menyetujui kehendak
masing-masing yang dilakukan para pihak dengan tiada paksaan, kekeliruan dan
penipuan”.
Jadi
yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara
satu orang atau lebih dengan pihak lainnya. Tentang kapan terjadinya
persesuaian pernyataan, ada empat teori, yakni :[4]
1. Teori
Pernyataan (uitingsheorie),
kesepakatan (toesteming) terjadi pada
saat pihak yang menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran
itu.
2. Teori
Pengiriman (verzendtheorie),
kesepakatan terjadi apabila pihak yang menerima penawaran mengirimkan telegram.
3. Teori
Pengetahuan (vernemingstheorie),
kesepakatan terjadi apabila pihak yang menawarkan itu mengetahui adanya
acceptatie, tetapi penerimaan itu belum diterimanya (tidak diketahui secara
langsung).
4. Teori
Penerimaan (ontvangstheorie),
kesepakatan terjadi saat pihak yang menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak
lawan.
Azas
Consensualitas mempunyai pengertian yaitu pada dasarnya perjanjian terjadi
sejak detik tercapainya kesepakatan, dimana perjanjian tersebut harus memenuhi
persyaratan yang ada, yaitu yang tertuang dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Perjanjian
seharusnya adanya kata sepakat secara suka rela dari pihak untuk sahnya suatu
perjanjian, sesuai dengan ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata yang mengatakan bahwa
: Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan karena kekhilafan atau
diperolehnya dengan paksaan atau tipuan.[5]
Dengan
demikian jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat-syarat subyektif, maka
perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan jika suatu perjanjian yang
dibuat oleh kedua pihak tidak memenuhi syarat objektif, maka perjanjian itu adalah
batal demi hukum.
[1]
Lihat Pasal 1320 KUHPerdata.
[2]
Dalam Salim H.S, Perkembangan Hukum
Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 16.
[3]
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan
Asas-asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2000. hal. 214.
[4]
Salim H.S, Hukum Kontrak Teori &
Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, hal. 33-41.
[5] Subekti
dan Titrosudibio, KUHPerdata, Paramita,
Jakarta. 1974.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar