Sabtu, 12 Februari 2011

Teori Kemanfaatkan (Utilitarian Theory)


Utilitarianisme pertama kali dikembangkan oleh Jeremi Bentham (1748-1831). Persoalan yang di hadapi oleh Bentham pada zaman itu adalah bagaimana menilai baik Buruknya suatu kebijakan social politik, ekonomi, dan legal secara moral. Dengan kata lain bagimana menilai suatu kebijakan public yang mempunyai dampak kepada banyak orang secara moral. Berpijak dari tesis tersebut, Bentham menemukan bahwa dasar yang paling objektif adalah dengan melihat apakah suatu kebijakan atau tindakan tertentu membawa manfaat atau hasil yang berguna atau, sebaliknya kerugian bagi orang-orang  yang  terkait.[1]
Bila dikaitkan apa  yang dinyatakan Bentham pada hukum ( baca Kebijakan), maka baik buruknya hukum harus diukur dari baik buruknya akibat yang dihasilkan oleh penerapan hukum itu. Suatu ketentuan hukum baru bisa di nilai baik, jika akibat-akibat yang dihasilkan dari penerapannya adalah kebaikan, kebahagiaan sebesar-besarnya, dan berkurangnya penderitaan. Dan sebaliknya dinilai buruk jika penerapannya menghasilkan akibat-akibat yang tidak adil, kerugian, dan hanya memperbesar penderitaan. Sehingga tidak salah tidak ada para ahli menyatakan bahwa teori kemanfaatan ini sebagai dasar-dasar ekonomi bagi pemikiran hukum. Prinsip utama dari teori ini adalah mengenai tujuan dan evaluasi hukum. Tujuan hukum adalah kesejahteraan yang sebesar-besarnya bagi sebagian terbesar rakyat atau bagi seluruh rakyat, dan evaluasi hukum dilakukan berdasarkan akibat-akibat yang dihasilkan dari proses penerapan hukum. Berdasarkan orientasi itu, maka isi hukum adalah ketentuan tentang pengaturan penciptaan kesejahteraan Negara.[2]


[1] Sonny Keraf, Etika Bisnis Tuntunan dan Relevansinya, Kanisius, Yogyakarta, 1998, hal. 93-94.
[2] Lili Rasjidi dan I.B Wyasa Putra, Hukum sebagai Suatu Sistem, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1993, hal. 79-80.

Tidak ada komentar: