Kamis, 05 November 2009

Analisis UU No.30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris menurut teori Budenheimer

Analisis UU No.30 tahun 2004 tentang jabatan Notaris menurut teori Budenheimer

Sesuai dengan keputusan etis yang dituangkan dalam kata menimbang, yaitu :
• Bahwa Negara Republik Indonesia Negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan.
• bahwa untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu.
• bahwa notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.
• bahwa jasa notaris dalam proses pembangunan makin meningkat sebagai salah satu kebutuhan hukum masyarakat.
• bahwa reglement op het notaris ambt in indonesie (stb. 1860 : 3) yang mengatur mengenai jabatan notaris tidak sesuai lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.
sesuai dengan keputusan etis itu lah maka di bentuk UU tentang Jabatan Notaris dan bukan merupakan suatu tekanan tapi merupakan suatu kebutuhan dalam menjalankan fungsi hukum seperti halnya lembaga-lembaga penegak hukum yang lain yang di butuhkan dalam menjalankan hukum di Indonesia (sesuai dengan sistem hukum di Indonesia). Akan tetapi Notaris dibentuk lebih karena hanya untuk melengkapi sebab notaris menjalankan UU yang mengenai atau hal-hal menyangkut alat bukti yang bersifat autentik. namun dalam perkembangannya notaris tidak lagi di anggap sebagai pelengkap tetapi sejajar lembaga-lembaga yang lain. Sesuai dengan keputusan etis kebutuhan tersebutlah maka di tuang dalam pasal-pasal dalam UU tentang Jabatan Notaris untuk menjalankan fungsinya, keputusan itupun di tuangkan dalam etika profesi notaris.
UU tentang Jabatan Notaris merupakan perintah untuk para notaris dalam menjalankan fungsinya dan harus dipatuhi, serta hubungan yang timbul secara vertikal adalah antara notaris lembaga legislatif yaitu dalam hal pembuatan UU ini, dengan lembaga eksekutif, yaitu dalam hal pengangkatan dan pemberhentian yang dilakukan oleh presiden yang diwakili oleh menteri, dengan lembaga yudikatif yaitu dalam hal pembuktian suatu akta yang dibuat oleh notaris, dengan lembaga kepolisian juga dalam hal pembuktian suatu akta, dengan lembaga interent notaris yaitu dengan Majelis pengawas yang bersifat mengawasi notaris dalam menjalankan tugas dan fungsinya seperti yang diatur dalam UU Jabatan Notaris dan juga bisa merekomendasikan ke menteri jika notaris melakukan kesalahan untuk di berhentikan dari jabatannya, dengan organisasi notaris dalam hal berkumpul dan menegakkan kode etik notaris. Hubungan yang timbul bersifat horizontal yaitu dengan masyarakat dalam hal kebutuhan akan hukum, membuat akta, memberikan penyuluhan hukum yang berkaitan dengan hal-hal yang di butuhkan oleh pihak-pihak (masyarakat) dalam bidang perdata.
Terbentuknya UU tentang Jabatan Notaris ini tidak terlepas sistem hukum Indonesia yang menyaratkan atau membutuhkan notaris. UU tentang Jabatan Notaris sebagai produk hukum positif yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, yang sebelumnya merupakan produk hukum belanda(penjajah). UU tentang Jabatan Notaris merupakan produk hukum yang di buat untuk tertib tata hukum di Indonesia yang memang di syaratkan oleh UU yang lain dalam pelaksanaannya, misalnya KUHPerdata dan Agraria.
UU tentang Jabatan Notaris ini merupakan bahan pemikiran yang analitis dalam hal menjalankan tugas atau fungsinya yang mengatur tentang kewenangan, kewajiban dan larangan yang semuanya itu mempunyai akibat hukum bagi para notaris maupun para pihak(masyarakat) dan dalam hal pemikiran non analitis notaris juga tidak terlepas dari UU yang lain, yang mengatur tentang tugas atau fungsi atau kewenangan notaris dalam membuat akta autentik.

Tidak ada komentar: