Pendahuluan
Kebijakan pemerintah terhadap jabatan notaris, bahwa Negara Republik Indonesia, sebagai negaraa hukum berdasarkan Pancasila dan UUD Negara R.I. tahun 1945 bertujuan menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan.
Untuk kepentingan tersebut, dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat otentik mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang diselenggarakan melalui jabatan tertentu. Kebijakan pemerintah di atas, merupakan politik hukum terhadap peningkatan tugas, wewenang, dan tanggung jawab seorang notaris, di dalam pembuatan alat bukti tertulis, yang bersifat otentik mengenai sesuatu peristiwa, atau perbuatan hukum, yang berguna bagi penyelenggaraan negara, maupun kegiatan masyarakat.
Dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia membentuk Majelis Pengawas Notaris yang kedudukannya di luar struktur organisasi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Badan ini dibentuk oleh Menteri guna mendelegasikan kewajibannya untuk mengawasi (sekaligus membina) Notaris yang meliputi perilaku dan pelaksanaan jabatan Notaris (lihat pasal 67 UU JN juncto pasal 1 ayat 1 Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.02.PR.08.10 Tahun 2004).
Majelis Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris yang meliputi perilaku dan pelaksanaan jabatan Notaris. Dalam melaksanakan tugas kewajibannya Badan tersebut secara fungsional dibagi menjadi 3 bagian secara hirarki sesuai dengan pembagian suatu wilayah administratif ( Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat ) yaitu : Majelis Pengawas Daerah, Majelis Pengawas Wilayah dan Majelis Pengawas Pusat. (Pasal 68 UU JN ),
Majelis Pengawas Daerah Notaris, berkedudukan di setiap Kabupaten/Kota. Sampai saat ini Majelis Pengawas Daerah Notaris yang dibentuk baru mencapai 96 (sembilan puluh enam) di tingkat kabupaten/Kota seluruh Indonesia.
Majelis Pengawas Wilayah Notaris, berkedudukan di setiap ibukota provinsi. Majelis Pengawas Wilayah Notaris telah dibentuk seluruhnya di 33 (tiga puluh tiga) ibukota provinsi seluruh Indonesia.
Majelis Pengawas Pusat Notaris, berkedudukan di ibukota negara. Majelis Pengawas Pusat Notaris telah dibentuk dan berada di ibukota negara Indonesia.
Majelis Pengawas Notaris pada setiap tingkatan memiliki 9 (sembilan) anggota. Kesembilan anggota Majelis terdiri dari tiga unsur :
Unsur pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang.
Unsur organisasi Notaris sebanyak 3 (tiga) orang.
Unsur ahli atau akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.
Permasalahan
Efektifkah Pengawasan oleh Majelis Pengawas untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan Jabatan Notaris?
Pembahasan
Jabatan notaris adalah jabatan publik namun lingkup kerja mereka berada dalam konstruksi hukum privat. Dalam menjalankan jabatannya sebagai pejabat umum untuk membuat akta otentik diawasi oleh Majelis Pengawas Notaris dengan tujuan agar Peraturan Jabatan Notaris dan Kode Etik Notaris dapat dilaksanakan dengan baik dan notaris dalam menjalankan tugasnya selalu memperhatikan syarat-syatat atau ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Undang-undang demi terjaminnya kepastian hukum bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian. Pengawasan yang dilakukan terhadap notaris sangat beralasan karena notaris merupakan pejabat yang memberikan jasanya kepada masyarakat dan memberikan penjelasan mengenai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sesuai Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Majelis Pengawas Notaris mengawasi bukan saja prilaku notaris, tetapi juga pelaksanaan jabatan notaris. Dalam melakukan pemeriksaan, Majelis Pengawas Notaris berwenang menggelar sidang untuk memeriksaan dugaan adanya pelanggaran Undang-Undang dan kode etik.
Dalam pengawasan yang dilakukan oleh Majelis Pengawas terdapat kendala atau hambatan yang membuat tugas dan kinerja Majelis Pengawas kurang efektif, di antaranya :
Mengenai citra Majelis Pengawas yang belum kuat akibat kurangnya sosialisasi dan masih ada notaris yang tak paham betul apa itu Majelis Pengawas Notaris beserta tugas dan kewenangannya.
Selain itu, organisasi dan koordinasi antar unsur pembentuk Majelis Pengawas Notaris belum berjalan dengan baik. Masing-masing punya kesibukan sehingga mempengaruhi proses pengawasan notaris. Kalaupun pengurus Majelis Pengawas Notaris lengkap saat melakukan pengawasan, masalah dana atau anggaran yang menjadi permasalahan. Siapa yang membiayai pemeriksaan dokumen-dokumen hasil pengawasan? Kalau dari Dephukham tidak ada, apakah notaris yang diperiksa boleh membiayai pemeriksaan?. Padahal Majelis Pengawas Notaris lahir atas permintaan undang-undang, seharusnya pemerintah menyediakan anggaran yang cukup, karena yang ditakutkan jangan sampai biaya pemeriksaan diberikan para notaris sebab akan mempengaruhi independensi anggota Majelis Pengawas Notaris. Demi menjaga independensi itu pula, Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. M.02.PR.08.10 Tahun 2004 melarang anggota Majelis Pengawas Notaris ikut melakukan pemeriksaan terhadap notaris yang mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah ke atas dan ke bawah tanpa pembatasan derajat, dan garis lurus ke samping sampai tiga derajat.
Salah satu kesulitan pembentukan Majelis Pengawas Notaris Daerah adalah minimnya akademisi. Belum tentu di suatu daerah kota atau kabupaten ada perguruan tinggi. Kalaupun misalnya ada, belum tentu ada orang yang concern dengan masalah kenotariatan.
Berdasarkan pasal 70 Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Majelis Pengawas Notaris Daerah memiliki delapan kewenangan. Antara lain menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dugaan adanya pelanggaran Kode Etik Notaris, melakukan pemeriksaan terhadap protokol notaris, memberikan izin cuti untuk waktu sampai 6 bulan, dan menerima laporan dari masyarakat mengenai sangkaan pelanggaran kode etik notaris atau pelanggaran lain sesuai UU Jabatan Notaris.
Seharusnya Majelis Pengawas Notaris Daerah bisa menjadi ujung tombak pengawasan notaris. Jumlah yang harus diawasi pun relatif sedikit dan jelas alamatnya karena setiap daerah sudah punya formasi notaris. Dan yang lebih penting, berdasarkan UU No. 30 Tahun 2004, Majelis Pengawas Notaris menjadi kunci penting pemberhentian seorang notaris, baik karena melakukan perbuatan tercela, rangkap jabatan, maupun karena tidak mampu menjalankan tugas-tugas notaris secara jasmani dan rohani.
Dugaan praktek rangkap jabatan notaris yang nyata-nyata dilarang UU Jabatan Notaris. Seorang notaris pada dasarnya dilarang : (i) menjalankan jabatan di luar wilayah jabatannya; (ii) meninggalkan wilayah jabatannya lebih dan 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut tanpa alasan yang sah; (iii) merangkap sebagai pegawai negeri; (iv) merangkap jabatan sebagai pejabat negara; (v) merangkap jabatan sebagai advokat; (vi) merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah atau badan usaha swasta; (vii) merangkap jabatan sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah di luar wilayah jabatan Notaris; atau (viii) melakukan pekerjaan lain yang bertentangan dengan norma agama, kesusilaan, atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan martabat jabatan notaris.
Mengacu pada pasal 70 UU Jabatan Notaris, seharusnya tidak ada masalah dengan pengawasan notaris. Sebab, Majelis Pengawas Notaris Daerah melakukan pemeriksaan terhadap protokol notaris secara berkala minimal satu kali setahun. Protokol dimaksud meliputi minuta akta, buku daftar akta atau repertorium, buku khusus untuk mendaftarkan surat di bawah tangan, daftar nama penghadap atau klapper, buku daftar protes, buku daftar wasiat, dan buku daftar lain yang harus disimpan notaris berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Majelis Pengawas Notaris tidak bisa bertindak tanpa ada laporan dari masyarakat. Pasal 70 UU Jabatan Notaris huruf g hanya memberi wewenang kepada Majelis Pengawas Notaris Daerah untuk menerima laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik. Meskipun demikian anggota Majelis Pengawas Notaris Daerah wajib menindaklanjuti laporan masyarakat tadi dengan cara memeriksa notaris yang dilaporkan, lalu menyampaikan hasil pemeriksaan itu ke Majelis Pengawas Notaris Wilayah paling lambat 30 hari kemudian. Kalau menemukan pelanggaran saat melakukan pemeriksaan.
Kesimpulan dan Saran
Dalam melaksanakan pengawasan oleh Majelis Pengawas Notaris memang masih belum efektif karena terbentur masalah dana atau anggaran, sosialisasi yang masih kurang, Majelis Pengawas Notaris kurang proaktif artinya sifatnya lebih menunggu laporan yang masuk dari masyarakat dan kordinasi antara unsur atau pihak-pihak yang ada dalam Majelis Pengawas Notaris masih belum berjalan dengan baik.
Untuk itu, dana atau anggaran Majelis Pengawas Notaris seharusnya berasal dari APBN karena dibentuk berdasarkan Undang-Undang dan menjalankan perintah Undang-Undang, sosialisasi bisa melalui media cetak atau elektronik serta yang paling penting adalah peran dari organisasi-organisasi notaris dalam memberikan sosialisasi dalam hal ini, Majelis Pengawas Notaris harus lebih proaktif tidak hanya menunggu laporan dari masyarakat tapi jika ada indikasi notaris melakukan pelanggaran langsung melakukan penyelidikan, dan dalam kordinasi supaya bisa berjalan lebih baik perlu adanya pertemuan-pertemuan rutin dari pihak-pihak yang ada dalam Majelis Pengawas Notaris, serta yang tidak kala penting adalah peran Majelis Pengawas Notaris Daerah karena Majelis Pengawas Notaris Daerah merupakan benteng pertama dalam pengawasan notaris sebab notaris berkedudukan di kabupaten/kota sehingga Majelis Pengawas Notaris Daerah lebih diperdayakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar